Senin, 27 April 2015

Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Hukum dan Realitas

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)

Nama : Anita

NPM : 21213091

Kelas : 2EB26

UNIVERSITAS GUNADARMA

EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN REALITAS

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya mineral, maupun bahan galian seperti batu bara serta kaya akan jenis-jenis flora dan fauna-nya dan penuh akan kebudayaan yang menambah keindahan dan yang membedakan indonesia dari negara-negara lain di dunia. Dengan kekayaan segala hal yang dimiliki Indonesia tentu akan terpikir didalam benak seseorang bahwa, pasti masyarakat Indonesia makmur dan sejahtera, lalu bagaimana cara mengatur sumber daya yang banyak tersebut agar dapar dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat? Tentu ada landasan hukum ekonomi untuk mengatur dan memanfaatkan sumber daya tersebut untuk rakyat Indonesia, lalu bagaimana bentuk dan bunyi landasan hukum ekonomi tersebut di Indonesia? Dan apakah sudah diterapkan secara nyata atau realitasnya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia? Hal tersebut akan dibahas disini :

EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM

Landasan hukum ekonomi untuk mengatur dan memanfaatkan sumber daya di Indonesia yaitu adalah Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Berikut dibawah ini adalah penjelasannya:

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaanalam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 33 dan 34 UUD 1945 mengatur kesejahteraan sosial. Pasal 33 terdiri atas tiga ayat menyatakan :

a.       Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

b.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c.       Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selanjutnya Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menetapkan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran satu orang saja. Karena itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. perekonomian di negara Indonesia berdasarkan demokrasi ekonomi di mana kemakmuran adalah bagi semua orang. Sebab ini cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasi oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jauh ke tangan orang-orang tertentu yang berkuasa sementara rakyat banyak justru tertindas. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh berada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 33 UUD 1945 ini merupakan pasal yang penting dan esensial karena menyangkut pelaksanaan demokrasi ekonomi dan keadilan sosial.

EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF REALITAS

Ø  Penerapan Pasal 33 UUD 1945 untuk saat ini

Penerapan pasal ini dalam kehidupan sehari-hari ternyata masih perlu banyak perbaikkan. Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan ke sektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola sumberdaya alam ini.

Sedangkan pengertian “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” menjadi sempit yaitu hanya dalam bentuk pajak dan royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi bahwa pendapatan negara dari pajak dan royalti ini akan digunakan untuk sebasar-besar kemakmuran rakyat. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan mengelola sumberdaya hanya dalam bentuk penyerapan tenaga kerja oleh pihak pengelolaan sumberdaya alam tidak menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

Sehingga akhirnya sumber daya alam dan kenikmatan yang didapat hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja. Maka ada erosi makna pasal 33 yang seharusnya diberikan untuk kepentingan orang banyak.

Contoh nyata mengapa penerapan pasal 33 dalam kehidupan sehari-hari ternyata masih perlu banyak perbaikkan dalam pemberian :

1.      Hak Pengusahaan Hutan (HPH) oleh Menteri Kehutanan pada 579 konsesi HPH di Indonesia yang didominasi hanya oleh 25 orang pengusaha kelas atas. Masyarakat lokal yang masih menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hutan dan dari generasi ke generasi telah berdagang kayu, harus diputuskan dari ekonomi kayu. Karena monopoli kegiatan pemanfaatan hutan dan perdagangan kayu pun diberikan kepada para pemegang Hak Pemilikan Hutan (HPH) ini. Monopoli kegiatan pemanfaatan ini malah disahkan melalui seperangkat peraturan, mulai dari UU Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1957 sampai peraturan pelaksanaannya yang membekukan hak rakyat untuk turut mengelola hutan. Seperti pembekuan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) bagi masyarakat lokal hanya melalui teleks Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur

 

2.      Begitu pula dalam bidang pertambangan Migas (Minyak dan Gas Bumi) dan Pertambangan Umum. Untuk kontrak bagi hasil dalam kuasa Pertambangan Migas, Pertamina (Perusahaan Minyak Negara) memang pemegang tunggal kuasa pertambangan Migas, tetapi kontrak bagi hasil dari eksploitasi sampai pemasarannya diberikan ke perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan dibidang pertambangan umum, rakyat penambang emas di Kalimantan Tengah dan Barat misalnya (Pemerintah mengistilahkan mereka sebagai PETI=Pengusaha Tambang Tanpa Ijin), harus tergusur untuk memberikan tempat bagi penambang besar. Dengan logika yang sama seperti di sektor kehutanan, penambang emas rakyat dianggap tidak mempunyai teknologi dan manajemen yang baik, sehingga ‘layak’ digusur hanya dengan dalih tidak mempunyai ijin. Sedangkan penambang emas besar dianggap akan memberikan manfaat besar karena kemampuan teknologi dan manajemen mereka. Rakyat pendulang emas tidak mendapat tempat sama sekali dalam kebijakan pengelolaan pertambangan di Indonesia, dan kehidupan mereka semakin buruk.

 

3.      Praktek monopoli sumberdaya alam ternyata telah merambah kesektor pariwisata. Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata tidak bebas lagi menuju kepantai. Praktik ini banyak terlihat di tempat-tempat wisata baru di Indonesia, seperti di Anyer-Jawa Barat dan Senggigi-NTB.

Sementara penghasilan negara dari sektor pengelolaan sumberdaya alam ini tidaklah langsung dapat dirasakan oleh masyarakat lokal di sekitar sumberdaya alam itu sendiri (seperti yang diagungkan oleh pendekatan trickle down effect), melainkan lebih banyak ke kantong para pengusahanya dan ke pusat pemerintahannya. Tingkat korupsi yang semakin tinggi, lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi serta akuntabilitas pemerintah menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari sektor pengelolaan sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.

Ø  Penyebab penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan antara kosep pasal 33 dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia :

a.       Tingkat korupsi yang semakin tinggi : karena banyak orang-orang yang masih memikirkan keuntungan dari pengelolahaan sumberdaya tersebut hanya untuk dirinya sendiri. Tidak memahami dan menerapkan apa arti sebenarnya dari pasal 33 itu bahwa terdapat kata-kata “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, serta kurangnya dasar agama di dalam diri sendiri bahwa jika mereka menggunakan atau mengambil hak orang lain baik dalam bentuk apapun berarti sama saja artinya dengan mencuri, dan jika itu terjadi maka kita akan membuat orang lain sensara, sedangkan kita menikmati segala hanya untuk kepentingan sendiri.

b.      Lemahnya pengawasan dari pemerintah : Lemahnya Pemerintah Terhadap Investor Bangsa Indonesia telah mengalami pasang surut kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam aspek politik maupun ekonomi.

c.       Kurangnya transparansi serta akuntabilitas pemerintah menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari sektor pengelolaan sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.

 

Ø  Akibat dari penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan antara konsep pasal 33 dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia

Akibat dari penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan antara kosep pasal 33 dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tentu saja masih kurnagnya pemerataan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat indonesia, terutama mereka yang ada di dearah-daerah terpencil. Dan kurang terjaminnya keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. Salah satu buktinya adalah : Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro mengatakan, sebanyak 40% kelompok penduduk berpendapatan terendah makin tersisih. Kelompok penduduk ini hanya menikmati porsi pertumbuhan ekonomi 19,2% pada 2006, makin mengecil dari 20,92% pada 2000. Sebaliknya, 20% kelompok penduduk terkaya makin menikmati pertumbuhan ekonomi dari 42,19% menjadi 45,72%.

Ø  Perlunya Mempertahankan Landasan hukum Ekonomi(Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945) di Era ini

Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi ketimpangan struktural ekonomi.

Kesimpulan : Ekonomi Indonesia dalam perspektif hukum dan realitas, dalam kenyataannya belum sejalan antara konsep perekonomian Indonesia dengan praktek di masyarakat, karena pemerintah Indonesia kini cenderung perorangan bukan lagi asas kekeluargaan seperti yang tercantum di dalam pasal 33 mengenai perekonomian dan berkaitan dengan keadilan sosial. Sehingga muncul banyak masalah dimana masyarakat belum sepenuhnya mendapatkan kesejahteraaan dan kemakmuran secara merata.

Saran : oleh sebab itu menurut saya pemerintah harus lebih peka lagi dalam melakukan pengawasan atas usaha yang dilakukan untuk tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan tingkatkan transparansi serta akuntabilitas pemerintah dari sektor pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan rakyat bukan kesejahteraan perorang saja yang hanya mementingkan diri sendiri. Masyarakat pun harus sadar akan penerapan dari landasan perekonomian yaitu pasal 33, bahwa kita semua berhak mendapatkan kesejahteraan sosial.

Sekian, artikel mengenai Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Dan Realitas yang saya kerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi (softskill). Mohon maaf bila ada penulisan kata yang kurang berkenan, dan semoga bermanfaat.

Sumber :

Pendidikan Kewarganegaraan-halaman 18, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007

https://zaenalaktif.wordpress.com/2014/05/23/penerapan-pasal-33-uud-1945/

http://www.academia.edu/9090853/Lemahnya_Pengawasan_

http://politik.kompasiana.com/2013/12/24/ekonomi-kerakyatan-antara-konsep-dan-realita-622447.html

 

 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar