Sabtu, 06 Juni 2015

Ikuti Kata Hati Mu, Pasti Akan Berbuah Kebaikan (Tulisan Bebas-Cerpen)

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)
TULISAN BEBAS (Cerpen)  
Nama  : Anita
NPM   : 21213091
Kelas   : 2EB26
UNIVERSITAS GUNADARMA
          Salam kenal untuk teman-teman semua, saya Anita. Untuk memenuhi tugas softskill mengenai tulisan bebas. Berikut Ini adalah kisah nyata dari pengalaman saya, selama memutuskan sesuatu hal saya tidak pernah dipaksa oleh kedua orang tua saya. kedua orang tua saya selalu mengatakan “ikuti kata hati mu, pasti akan berbuah kebaikan”.dan ternyata benar apabila kita mengikuti kata hati kita, dan melakukan sesuatu hal selalu dengan sepenuh hati serta Bukan karena terpaksa atau memaksakan dirimu, pasti kita yang menjalaninya juga akan merasa senang dan tidak akan bosan.
Cerpen ini kisah nyata karangan : Anita

Ikuti kata hati mu, pasti akan berbuah kebaikan
            Sewaktu kenaikan kelas di SMA, dari kelas X, ke kelas XI aku di hadapkan dengan 2 pilihan untuk memilih jurusan IPA atau jurusan IPS, yang nantinya akan menentukan masa depan ku. Saat pengambilan raport, aku mendapatkan kabar baik, aku mendaptkan peringkat 3 dan aku melihat hasil keputusan para guru ku yang menmpatkan aku di jurusan IPA. Aku mulai berfikir selama aku bersekolah aku menyukai hal-hal yang berkaitan mengenai ilmu pengetahuan sosial, seperti ekonomi, sejarah, sosiologi, dan geografi. Dan jujur nilai ku di mata pelajaran IPS sangat baik. Sedangkan nilai ku di mata pelajaran IPA hanya dapat dikatakan baik juga, tetapi aku lemah dalam mata pelajaran fisika, dan kimia.
            Aku pun langsung berkonsultasi dengan wali kelas ku, guru BK (Bimbingan Konseling), dan orang tua ku. Wali kelas ku mengatakan hasil belajar ku selama ini sangat baik, sedangkan guru BK memberi tahukan data siswa-siswi berdasarkan pringkat di masing-masing jurusan. Dan ternyata di jurusan IPA aku pringkat ke 8 dan masuk kedalam kelas unggulan, sedangkan di IPS aku pringkat ke 1 dan mesuk kelas unggulan juga. Disana lah aku di hadapkan oleh 2 pilihan masuk jurusan IPA atau jurusan IPS disitu aku bingung dan orang tua ku ber kata “nit tenang dulu jangan ambil keputusan tanpa berfikir matang, ikuti kata hati nit, pasti akan berbuah kebaikan. Jangan paksa diri nit”.
            Selagi aku berfikir untuk memutuskan akan tetap menerima pilihan dari wali kelas ku yaitu jurusan IPA atau pindah jurusan ke IPS mengikuti kemampuan ku. Ada seorang ibu dari orang tua siswa yang ingin anaknya pindah ke IPA, ibu dan anak itu sangat sombong menganggap bahwa jika masuk IPA adalah orang-orang yang dipandang pintar. Padahal menurut ku jurusan IPA atau IPS kedua-duanya sama-sama baik, dan saling melengkapi, tergantung bagaimana seseorang menjalani jurusan yang mereka pilih. Jika mereka menjalaninya sesuai dengan kemampuan, dan sepenuh hati pasti akan terasa menyenangkan dan menghasilkan kebaikan.
            Akhirnya aku memilih jurusan IPS, pada saat aku sedang membuat surat perjanjian pindah jurusan, ibu dari orang tua siswa yang sombong itu berkata “loh kok udah masuk IPA malah pindah ke IPS? Sayang banget (berkata kasar b0d0h) banget”. Aku dan ibu ku mendengarnya tapi aku dan ibu ku tidak membalas perkataan orang tersebut. Aku percaya akan lebih baik aku memilih jurusan IPS karena sesuai dengan kesukaan dan kemampuan ku J
            Setehun berjalan, aku pun naik ke kelas XII. Selama di kelas XI aku bersyukur kepada tuhan, karena aku mendapatkan pringkat 1 terus, dan sangat bersyukur aku mendapat kesempatan ikut olimpiade ekonomi tingkat provinsi, dan aku sangat bahagia dan bersyukur kepada tuhan, saat aku kenaikan ke kelas XII aku mendapatkan juara umum dari seluruh siswa-siswi jurusan IPS.
            Dan saat itu aku bertemu dengan siswa dan orang tua siswa yang sombong itu, aku pikir mereka mau mengatakan apa, ternyata mereka memberi ku ucapan selamat, dan minta maaf atas mereka katakan yang lalu. Aku pun berterimakasih, dan memaafkan mereka. Saat itu aku melihat mereka membawa surat pindah sekolah, dan surat pindah jurusan, dan orang tua siswa itu pun meneritakan bahwa anaknya kurang memahami mata pelajaran jurusan yang mereka paksakan, demi dipandang oleh orang lain. Akhirnya aku dapat membuktikan kepada mereka bahwa yang aku pilih berdasarkan kata hatiku, tidak salah. Dan aku bersyukur kepada tuhan aku bisa membuat orang tua ku bangga dan bahagia karena aku menjalaninya dengan sepenuh hati dan hasil nya berbuah kebaikan.
Aku sangat bahagia menjalani segala sesuatu hal yang aku sukai, dan menjalankannya berdasarkan kata hati ku, sesuai kemampuan serta menjalaninya dengan sepenuh hati J bukan karena memaksa dan membohongi diri sendiri.

Sekian cerita pengalaman ku, semoga dapat memberikan motivasi agar teman-teman semua dapat mengikuti kata hati teman-teman, dan tidak memaksa dan membohongi diri sendiri. Sehingga menghasilkan kebaikan J

Resep Bak Pau (Tulisan Bebas untuk AHE)

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)
TULISAN BEBAS (Resep kue Bak Pau)  
Nama  : Anita
NPM   : 21213091
Kelas   : 2EB26
UNIVERSITAS GUNADARMA
          Salam kenal untuk teman-teman semua, saya Anita. Untuk memenuhi tugas softskill mengenai tulisan bebas. Berikut Ini adalah resep kue bak pau, karena saya dan ibu saya suka membuat kue, maka itu saya akan berbagi resep kue bak pau yang biasa saya dan ibu saya buat.
Bahan-bahan untuk membuat bak pau :
Tepung terigu roti cakra                                                      1000 gram
New super GS pengembang Special Bak Pau                   1 bungkus
Air dingin/air putih biasa                                                      1gelas / perkiraan saja 
Mentega putih                                                                      100 gram                  
Gula halus                                                                            250 gram
Coklat mesis (untuk isian)                                                   1 bungkus ukuran sedang
Cara Membuat :
1.    Campurkan New super GS pengembang Special Bak Pau dengan tepung terigu roti cakra, gula halus, dan mengaduknya sampai rata tanpa air. Kemudian masukan mentega putih, dan air lalu aduk. Aduk sampai adonan kalis, dan dapat di bentuk bulat.
2.    Lalu ambil sedikit adonan dan beri isi coklat mesis dan bentuk bulat-bulat.
3.    Setelah itu sebelum dikukus diamkan adonan sekitar 10 menit (kata ibu saya jangan terlalu lama).
4.    Kemudian kukus selama sekitar 10 menit sampai bak pau matang, dan seiap di sajikan J

Keterangan : untuk isian bisa bervariasi sesuai selera anda, isian bak pau bisa kacang ijo, kacang merah, daging ayam, daging sapi, daging ikan, bahkan selai buah-buahan. Saya memilih membuat bak pau isian coklat mesis karena praktis J dan tidak perlu mengolah isiannya terlebih dahulu. 

Perlindungan Konsumen Di Indonesia

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)
TUGAS KE 4
Nama  : Anita
NPM    : 21213091
Kelas   : 2EB26
UNIVERSITAS GUNADARMA
PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
Pengertian Konsumen, Hak Konsumen, dan Kewajiban Konsumen
Pengertian Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen - Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali".
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4 Hak Konsumen adalah:
  • hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  • hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  • hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  • hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  • hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  • hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  • hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  • hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban/Tanggungjawab Konsumen adalah :
·         membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

·         beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

·         membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

·         mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
Ø  Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Ø  Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
Ø  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
Ø  Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Ø  Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
Ø  Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Ø  Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Ø  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Ø  Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Ø  Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Ø  Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø  Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
a)         Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8).
b)        Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16).
c)         Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17).
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
Ø  Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Ø  Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
Ø  Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
Ø  Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Ø  Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
Ø  Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
Ø  Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
Ø  Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
Ø  Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.
Ø  Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
Ayat (2)    Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar   tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Ayat (3)    Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi).
Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
Ø  Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan.
Ø  Cacat barang timbul pada kemudian hari.
Ø  Cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
Ø  Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
Ø  Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
Sanksi Bagi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
   -   Pengembalian uang atau
   -   Penggantian barang atau
   -   Perawatan kesehatan, dan/atau
   -   Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
-   Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10,
    13 ayat (2),  15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
-   Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12,
    13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
ü  Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian.
ü  Hukuman tambahan , antara lain :
Ø  Pengumuman keputusan Hakim
Ø  Pencabuttan izin usaha.
Ø  Dilarang memperdagangkan barang dan jasa.
Ø  Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa.
Ø  Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
Efektifkah Perlindungan Konsumen ?
Produk pangan mengandung bahan tambahan yang dilarang masih sering ditemukan di pasaran. Temuan kosmetik mengandung bahan berbahaya juga kerap diumumkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Demikian juga jamu yang mengandung bahan kimia obat.
Kenapa pelanggaran-pelanggaran ini masih selalu ditemukan, padahal jelas ada regulasi yang mengaturnya? Jawabannya tentu saja pengawasan yang tidak berjalan, dan tidak ada tanggung jawab dari para produsen produk-produk tersebut. Namun tidak jarang juga konsumen yang dipersalahkan. Konsumen dituntut untuk cerdas dan kritis dalam memilih produk. Bagaimana konsumen mampu memilih untuk hal yang disebutkan di awal tadi? Semua itu baru dapat diketahui setelah melalui uji laboratorium. Tidak mungkin mengharapkan konsumen menguji terlebih dahulu produk yang akan dikonsumsinya. Belakangan santer dikampanyekan perlunya standar untuk menjamin keamanan serta kualitas produk yang diproduksi dan diperjualbelikan. Pertanyaannya kemudian, apakah keberadaan standar mampu mencegah beredarnya produk-produk yang tidak aman dan tidak berkualitas? Bagaimana sebenarnya keterkaitan standar dengan perlindungan konsumen?
UU Perlindungan Konsumen
Dalam konteks perlindungan konsumen, standar memang seharusnya punya peran penting. Setidaknya, kata-kata standar muncul dalam pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UUPK Nomor 8 Tahun 1999. Pasal 7, di antara Kewajiban Pelaku Usaha adalah (d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Demikian juga, Pasal 8 menyebutkan: Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang (a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari pasal-pasal ini jelas bahwa pelaku usaha harus mengikuti standar yang berlaku. Apabila tidak? Jangan main-main, UU ini juga menetapkan sanksi yang cukup berat bagi para pelanggarnya. Melanggar Pasal 8, berarti siap dengan ancaman kurungan maksimal 5 tahun atau denda maksimal 2 milyar rupiah (Pasal 62). Meski kenyataannya, kita tidak pernah tahu apakah pelanggar-pelanggar seperti diceritakan di awal tulisan ini sempat dikenakan sanksi atau tidak.
Standar, Untuk Siapa?
Indonesia telah menerbitkan tidak kurang dari 6.000 standar, termasuk di dalamnya standar terkait produk pangan, kosmetik, elektronik, alat kebutuhan rumah tangga, otomotif, dan lain sebagainya. Standar-standar ini disusun melalui proses yang tidak sederhana. Harus melalui konsensus, yang diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah (dari berbagai sektor), pelaku usaha, konsumen, dan akademisi. Demikian teorinya. Mengingat proses ini, mestinya tidak ada alasan untuk tidak menerapkan standar ini. Pelaku usaha secara otomatis mengikuti standar dalam memproduksi produknya, pemerintah juga melakukan pengawasan berdasarkan standar ini. Namun kenyataannya tidak demikian. Sebagai contoh saja, penelitian yang pernah dilakukan YLKI terhadap 30 sampel produk ikan dalam saos tomat, menemukan hanya satu sampel yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar. Pada saat temuan ini dibawa dalam suatu diskusi, para pelaku usaha produk ini mengaku sulit, atau bahkan tidak mungkin, memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kalau sudah begini, untuk apa sebenarnya standar dibuat?
Standar yang ditetapkan ternyata tidak ‘harus’ diikuti. Karena ada, bahkan sebagian besar, standar hanya bersifat sukarela. Artinya, terserah para produsen dan pelaku usaha untuk menerapkan standar atau tidak. Tidak ada kewajiban untuk itu. Tidak akan dipersalahkan apabila produsen menghasilkan produk yang tidak sesuai bahkan di bawah standar yang ditetapkan.
Berbeda halnya bila suatu standar ditetapkan wajib. Pelaku usaha, minimal, harus memenuhi persyaratan standar tersebut. Malangnya, baru sebagian kecil produk yang diwajibkan untuk memenuhi standar. Hingga saat ini baru 59 SNI yang ditetapkan wajib. Untuk produk pangan saja, baru ada lima produk yang memiliki standar wajib: air minum dalam kemasan, tepung terigu, garam beryodium, kakao dan gula rafinasi. Produk lain diantaranya ban, besi baja, kabel listrik, lampu swabalast, seterika listrik dan lainnya.
Untuk produk yang telah diuji dan memenuhi standar, setelah memperoleh SPPT SNI (Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI) yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), berhak mencantumkan logo SNI pada kemasan atau produknya. Logo atau penandaan SNI seharusnya dapat digunakan konsumen sebagai panduan dalam memilih produk. Sayangnya, masih banyak konsumen yang belum mengetahui keberadaan serta makna SNI ini. Di sisi lain, bagi yang telah mengetahuinya, ternyata sangat sulit menemukan produk yang mencantumkan tanda SNI, karena masih sangat sedikitnya produk yang memiliki sertifikat SNI. Sebenarnya, apa tujuan dibentuknya standar, dan untuk siapa standar dibuat? Tujuan standar diantaranya adalah memberi jaminan keamanan dan mutu bagi konsumen, dan membangun persaingan yang sehat pada pelaku usaha. Standar merupakan kualifikasi (minimal) tertentu yang harus dipenuhi oleh suatu produk atau jasa, sebelum dilempar ke pasar, dan dimanfaatkan konsumen.
Lalu, apa fungsi standar? Bagi pemerintah, standar dibuat untuk menentukan kriteria keamanan dan kualitas yang harus dipenuhi oleh suatu produk tertentu. Pelaku usaha yang memproduksi jenis produk tersebut, minimal harus memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam standar. Oleh karena itu, standar juga dapat digunakan oleh pemerintah sebagai alat kontrol, untuk memastikan produk yang beredar di pasar memang layak dikonsumsi. Karena standar merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi, pelaku usaha dapat berkreasi mencari nilai tambah produk dibandingkan produk sejenis lainnya. Di samping itu, pelaku usaha dapat memperoleh sertifikat SNI, dikeluarkan oleh LSPro, yang merupakan pengakuan terhadap kualitas hasil produksinya. Dengan memiliki sertifikat, pelaku usaha berhak mencantumkan logo SNI pada kemasan produknya.
Bagi konsumen sendiri, penandaan SNI pada suatu produk sebenarnya dapat dijadikan dasar memilih produk. Penandaan ini merupakan jaminan dan kepastian bahwa produk tersebut telah memenuhi syarat yang ditetapkan serta aman dan layak dikonsumsi. Sayangnya, seperti disebutkan di atas, masih belum banyak masyarakat yang memahami standar dan arti logo SNI pada produk. Di sisi lain, belum banyak juga jenis produk yang telah memiliki sertifikat dan mencantumkan logo SNI.
Masyarakat justru lebih mengenali penandaan atau klaim-klaim selain SNI yang dicantumkan pada kemasan, dan menjadikannya dasar untuk memilih. Misalnya saja keterangan atau logo ‘halal’, atau keterangan ‘organik’ yang menunjukkan produk tersebut bebas dari pestisida dan pupuk kimia. Atau klaim produk lain seperti ‘non toxic’, ‘save energy’, dan lainnya, meskipun tidak ada kepastian kebenaran dari klaim-klaim tersebut.
Pengawasan
Standar akan berperan dalam perlindungan konsumen apabila pengawasan dilakukan dengan benar. Yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan tentu saja pemerintah atau instansi yang terkait. Pemerintah melakukan pengawasan baik sebelum produk dipasarkan, maupun setelah produk beredar di pasar, termasuk untuk produk-produk impor. Sayangnya, untuk produk selain pangan, obat, dan kosmetik yang berada di bawah tanggung jawab BPOM, tidak jelas siapa yang bertanggung jawab untuk pengawasan post-market. Konon, Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Kementerian Perdagangan hanya mengawasi produk-produk yang wajib menerapkan SNI. Sampai saat ini pun kita belum pernah mendengar apakah institusi ini pernah menemukan pelanggaran SNI wajib, serta tindakan apa yang diambil. Tindakan tegas dan penegakan hukum menjadi sangat penting apabila pemerintah benar-benar ingin melindungi masyarakat. Sesungguhnya, peran pengawasan juga menjadi kewajiban pelaku usaha, dengan memastikan quality control dan quality assurance berjalan sebagaimana mestinya. Serta memastikan menerapkan standar yang berlaku mulai dari hulu hingga hilir. Konsumen pun dapat berperan dengan berani bertindak apabila menemukan produk yang dicurigai tidak memenuhi standar dan peraturan.
Dengan adanya berbagai perjanjian global yang memaksa Indonesia menerima produk-produk impor hampir tanpa batasan apapun, standar menjadi instrumen penting untuk memastikan produk yang masuk ke Indonesia adalah produk-produk yang baik. Tanpa adanya standar, pemerintah tidak punya alasan untuk mencegah masuknya produk impor yang tidak berkualitas. Meski seharusnya, untuk hal-hal terkait faktor keamanan, pemerintah tidak perlu menunggu standar untuk melakukan pengawasan dan pencegahan di pintu masuk impor. Semoga… Oleh: Huzna G. Zahir
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen
Pastikan Buah Apel Impor Bebas Bakteri Listeria! #‎CaramelApples #‎ProdukPanganTerkontaminasiListeria. January 27, 2015
Apa itu Listeria? Nama lengkapnya Listeria Monocytogenes, bakteri patogen yang dapat menyebabkan keracunan dengan gejala yang timbul dapat berupa gangguan pencernaan seperti mual, muntah, nyeri disertai deman. Gejala tersebut dapat berlanjut menjadi lebih serius pada pasien yang memiliki daya tahan tubuh rendah, pasien lanjut usia, serta dapat menyebabkan keguguran janin pada wanita hamil. Lalu apa urusannya dengan kita? Saat ini telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Listeriosis yang disebabkan konsumsi produk Caramel Apples yang tercemar bakteri patogen tersebut di Amerika Serikat. Sekitar 32 orang telah menjadi korban di 11 negara bagian di Negeri Paman Sam tersebut setelah mengonsumsi Caramel Apples, dengan nama dagang Happy Apple (Lochirco Fruit & Produce, Inc), Karm’l Dapple, Carnival (California Snack Foods, of El Monte, California), dan nama dagang Merb’s Candies (Sugar Daddy Ltd). Karena kasus tersebut, 3 perusahaan produsen produk tersebut telah melakukan penarikan terhadap produk Caramel Apples. Terkait dengan kasus keracunan tersebut, pada tanggal 6 Januari 2015, perusahaan pengepakan apel Bidart Bros of Bakersfield, California, juga menarik Apel jenis Gala dengan nama dagang ‘Big B’ dan Apel jenis Granny Smith dengan nama dagang ‘Granny’s Best’. Penarikan dilakukan karena hasil pengujian di lingkungan fasilitas pengepakan menunjukkan adanya cemaran bakteri Listeria dengan karakteristik yang sama dengan yang ditemukan pada pasien keracunan. Bidart Bros merupakan pemasok Apel yang digunakan untuk produksi Caramel Apples.
Nah, sehubungan dengan KLB tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menyatakan bahwa mereka telah menerima informasi lengkap soal penarikan produk-produk Caramel Apples. Juga telah melakukan penelurusan ke pasar domestik (Indonesia). Hasilnya, tidak ada importasi produk olahan Caramel Apples. Selain itu, Badan POM juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan untuk ‘membentengi’ masyarakat Indonesia dari kemungkinan masuknya produk Caramel Apples. Balai Besar/Balai POM di 32 provinsi akan mengawal pengawasan di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan Daerah. Juga melakukan pencegahan melalui mekanisme Surat Keterangan Impor (SKI) untuk menangkal masuknya produk olahan Caramel Apples.
Melalui keterangan pers yang disebarkan, Badan POM pun mengajak masyarakat untuk berperan serta aktif. Caranya, dengan menginformasikan keberadaan produk olahan Caramel Apples (bila ditemui di pasaran), dan bila memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Contact Center HALOBPOM 1-500-533. Atau SMS 0-8121-9999-533, atau melalui surat elektronik di halobpom@pom.go.id
Sumber :








Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perekonomian Indonesia

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (SOFTSKILL)

TUGAS KE 3

Nama : Anita

NPM : 21213091

Kelas : 2EB26

UNIVERSITAS GUNADARMA

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Sebelum membahas mengenai, bagaimana hak kekayaan intelektual dalam perekonomian Indonesia. Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual, prinsip, dan macam-macam hak kekayaan intelektual. Kemudian dapat dipahami bagaimana hak kekayaan intelektual dalam perekonimian Indonesia.

Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak khusus yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.

Hak Atas Kekayaan Intelektual biasanya menyangkut mengenai hasil cipta yang berasal dari daya pikir serta kreatifitas seseorang, sehingga orang tersebut mendapatkan hak khusus yang diakui oleh peraturan-peraturan bahwa orang tersebutlah yang menciptakan suatu hasil karya.

Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu.

Dasar Hukum Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan inteletual di Indonesia dapat ditemukan dalam:

1.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

2.      Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

3.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

4.      Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman

5.      Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

6.      Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

7.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual

1.      Prinsip Ekonomi : Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya fikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan. Contoh : seorang pencipta lagu, lalu lagu hasil karyanya dinyanyikan oleh seorang penyanyi dan lagu hasil ciptaannya dimainkan ditempat-tempat karoke maka pencipta lagu tersebut akan mendapatkan keuntungan berupa royalti dari lagu ciptaannya.

2.      Prinsip  Keadilan : Prinsip keadilan, yakni didalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya. Perlidungan untuk pemiliki hak kekayaan intelektual perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya plagiat (hasil karya orang lain di copy tanpa mencantumkan nama pencipta).

3.      Prinsip Kebudayaan : Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Contoh : di Indonesia banyak hasil keudayaan, salah satunya adalah Batik yang dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

4.      Prinsip Sosial : Prinsip sosial, (mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Perkembangan HAKI di Indonesia

Di Indonesia, Peraturan perundangan HaKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya Octrooi Wet No. 136 Staatsblad 1911 No. 313, Industrieel Eigendom Kolonien 1912 dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600.
Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.

Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Manfaat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

  1. Memberikan perlindungan hukum sebagai insentif bagi pencipta inventor dan desainer dengan memberikan hak khusus untuk mengkomersialkan hasil dari kreativitasnya dengan menyampingkan sifat tradisionalnya.
  2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor.
  3. Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan penemuan baru di berbagai bidang teknologi.
  4. Sistem Paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan penemu-penemu baru.
  5. Peningkatan dan perlindungan HKI akan mempercepat pertumbuhan indrustri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup manusia yang memberikan kebutuhan masyarakat secara luas.
  6. Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman suku/ etnik dan budaya serta kekayaan di bidang seni, sastra dan budaya serta ilmu pengetahuan dengan pengembangannya memerlukan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
  7. Memberikan perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong kreatifitas bagi masyarakat.
  8. Mengangkat harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia.
  9. Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi Indonesia.

Peran dan tantangan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia

  1. Menciptakan iklim perdagangan dan investasi ke Indonesia
  2. Meningkatkan perkembangan teknologi di Indonesia
  3. Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik dalam dunia usaha.
  4. Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negeri yang berorientasi ekspor dan bernilai komersial.
  5. Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki.
  6. Memberikan reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter dan memiliki tradisi budaya daerah.

 

 

Hak Cipta

Pengertian Hak Cipta

Dalam pasal 1 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Hak cipta terdiri dari atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights)

Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.

Dengan demikian hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Fungsi dan Sifat Hak Cipta

Berdasarkan pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta, hak cipta merupakan hak ekskusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan.

Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat dan hak cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

Sementara itu berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah sebagai berikut:

a)      Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurngi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.

b)      Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan ittu.

c)      Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnyya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.

d)     Jika suatu ciptaan dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak membuat karya cipta itu dianggap sebagai:

a. Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, dan seni terapan

b. Arsitektur

c. Peta

d. Seni batik

e. Fotografi

f. Sinematografi

g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database.

Sementara itu, yang tidak ada hak cipta meliputi:

a)      Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara

b)      Peraturan perundang-undangan

c)      Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah

d)     Putusan pengadilan atau penetapan haki

e)      Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Masa Berlaku Hak Cipta

Dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan. Dengan demikian, jangka waktu tergantung dari jenis ciptaan.

a)      Hak cipta atas suatu ciptaan selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ciptaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta yang hidup terlama meninggal, antara lain: Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain, Lagu atau musik dengan atau tanpa teks, Drama atau drama musikal, tari, koreografi, Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, dan ciptaan lain yang sejenis.

b)      Hak atas cipta dimiliki atau dipegang oleh suatu badan usaha hukum berlaku selama 50tahun sejak pertama kali diumumkan, antara lain: Program komputer, Sinematografi, Fotografi, Database, dan Karya hasil pengalihan wujud.

c)    Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50tahun sejak pertama kali diterbitkan.

d)   Untuk ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya dan peninggalan sejarah dan prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.

e)   Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahui pencipta dan penerbitnya oleh negara dengan jangka panjang waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum.

f)    Untuk ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta jangka waktu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.

Pendaftaran Ciptaan

Pendaftaran tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta sehingga dalam daftar umum pendaftaran ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau membaerikan persetujuan kepada persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan. Dengan demikian invensi (penemuan)adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Hak Paten

Pengertian Hak Paten

Pengertian hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan bahwa pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seseorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu :

1.      Penemuan tersebut merupakan penemuan baru.

2.      Penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten.

3.      penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.

Lisensi Paten

Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum sebagaimana perjanjian berlangsung untuk jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wlayah negara Republik Indoonesia. Namun, perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenakan biaya. Sementara itu, pelaksanaan lisensi wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima lisensi kepada pemegang paten, besarnya royyalti yang harus dibayarkan ditetapkan oleh direktorat jenderal.

 Paten Sederhana

Paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi, dicatat, dan diumumkan di Direktorat Jenderal sebagai bukti hak kepada pemegang hak sederhana diberikan sertifikat paten sederhana. Selain itu, paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi wajib.

Penyelesaian Sengketa

Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan perundang-undangan ini. Namun, jika dalam keputusan pengadilan niaga tidak memberikan kepastian para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Pelanggaran Terhadap Hak Paten

Pelanggaran terhadap hak paten merupakan tindakan delik aduan, seperti diatur dalam pasal 130 samapai dengan pasal 135 UU no. 14 Tahun 2002 tentang paten, dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.

 

Hak Merek

Pengertian Hak Merek

Berdasarkan pasal 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Jenis-Jenis Merek

a)      Merek Dagang : Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.

b)     Merek Jasa : Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

c)      Merek Kolektif : Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau hal sejenis lainnya.

Merek yang Tidak Dapat Didaftar : Apabila merek didasarkan atas permohonan dengan iktikad tidak baik maka merek tidak dapat didaftar apabila mengandung salah satu unsur:

1.      Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2.      Tidak memiliki daya pembeda;

3.      Telah terjadi milik umum.

Desain Industri

Pengertian dan Istilah

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyebutkan bahwa Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Desain Industri antara lain:

Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.

Hak Desain Industri: Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Lingkup Desain Industri

a.      Desain Industri yang Dilindungi : Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya.

b.      Desain Industri yang Tidak Dilindungi : Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan dengan: Peraturan perundang-undangan yang berlaku, Ketertiban umum, Agama.

Bentuk dan Lama Perlindungan

Bentuk perlindungan yang diberikan kepada Pemegang Hak Desain Industri adalah hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan berhak melarang pihak lain tanpa persetujuannya untuk membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang telah diberikan Hak Desain Industrinya. Sebagai pengecualian, untuk kepentingan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industrinya, pelaksanaan hal-hal di atas tidak dianggap pelanggaran. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan.

Pelanggaran dan Sanksi : Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan mengedarkan barang yang diberi hak desain industri tanpa persetujuan, dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Tindak pidana dalam desain industri merupakan delik aduan.

Pendaftaran Desain Industri : Untuk memperoleh perlindungan Desain Indutsri, suatu kreasi harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-Dephuk & HAM).

Rahasia Dagang

Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Dagang

Rahasia Dagang adalah Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Lisensi

Lisinsi adalah izin yang diberikan oleh pemilik rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

Perjanjian Lisensi wajib  dicatatkan  pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan dikenai biaya. Yang “wajib dicatatkan” pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual hanyalah mengenai data yang bersifat administratif dari perjanjian lisensi dan tidak mencakup substansi rahasia dagang yang diperjanjikan.

Pengalihan

Ø  Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan;

Ø  Pewarisan;

Ø  Hibah;

Ø  Wasiat;

Ø  Perjanjian tertulis;

Ø  Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.

Ø  Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya.

Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

Ø  Pengalihan Hak Rahasia Dagang diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang.

Lingkup Rahasia Dagang : Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Subyek (Pemegang) Hak Atas Rahasia Dagang : Pemegang hak atas rahasia dagang diartikan sebagai pemilik rahasia dagang atau pihak lain yang menerima hak dari pemilik rahasia dagang.

Perlindungan Rahasia Dagang : Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

Hak Pemilik (Pemegang) Rahasia Dagang

Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk :

Ø  Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya.

Ø  Memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Contoh Kasus HKI

Hitachi Digugat Soal Rahasia Dagang

Bisnis Indonesia, Suwantin Oemar, 21 Oktober 2008

JAKARTA: PT Basuki Pratama Engineering mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Bekasi terhadap PT Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127 miliar, karena diduga melanggar rahasia dagang.

Selain PT Hitachi Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang dijadikan sebagai tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas sebagai mantan Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono tergugat III, Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat Widiastanto tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat VIII, Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.

Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT Basuki Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan pada 28 November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan itu dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan metode produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.

PT BPE bergerak dalam bidang produksi mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin pengering kayu.

Penggugat, katanya, adalah pemilik dan pemegang hak atas rahasia dagang metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di Indonesia "Metode proses produksi itu sifatnya rahasia perusahaan," katanya.

Dia menjelaskan bahwa tergugat IV sampai dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan tergugat PT HCMI.

Tergugat, katanya, sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama ini menjadi rahasia dagang PT BPE.

PT BPE, menurutnya, sangat keberatan dengan tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak.

Bayar ganti rugi

"Para tergugat wajib membayar ganti rugi immateriil dan materiil sekitar Rp127 miliar atas pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".

Sebelumnya, PT BPE juga menggugat PT HCMI melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus pelanggaran desain industri mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis hakim Namun, PT HCMI diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sementara itu, kuasa hukum PT HCMI, Otto Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran rahasia dagang oleh PT BPE terhadap mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada prinsipnya sama dengan pengaduan ataupun gugatan BPE sebelumnya.

Gugatan itu, menurut Otto Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima Bisnis, dilandasi oleh tuduhan BPE terhadap mantan karyawannya bahwa mereka telah mencuri rahasia dagang berupa metode produksi dan metode penjualan mesin boiler.

Padahal, ujarnya, mantan karyawan BPE yang memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk mencari dan mendapatkan penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja, dan sama sekali tidak melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun peraturan perusahaan BPE. Bahkan, menurutnya, karyawan itu telah banyak memberikan kontribusi terhadap BPE dalam mendesain mesin boiler.

Dia menjelaskan konstitusi dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi pekerja, termasuk hak untuk pindah kerja.HCMI optimistis gugatan BPE tersebut tidak berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap objektif, sehingga gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnya

SUMBER :

http://tantipuspita.blogspot.com/2012/04/hak-atas-kekayaan-intelektual.html

https://rifkymiafauziah.wordpress.com/2012/11/12/sejarah-singkat-latar-belakang-dan-perkembangan-haki-di-indonesia/

http://umum.kompasiana.com/2009/07/09/manfaat-perlindungan-hak-kekayaan-intelektual-hki-8361.html

http://achielmuezza.blogspot.com/2013/05/rahasia-dagang-danontoh-kasusnya.html