TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(SOFTSKILL)
Nama : Anita
NPM : 21213091
Kelas : 2EB26
UNIVERSITAS GUNADARMA
EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM
DAN REALITAS
Indonesia
adalah negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya mineral, maupun bahan
galian seperti batu bara serta kaya akan jenis-jenis flora dan fauna-nya dan
penuh akan kebudayaan yang menambah keindahan dan yang membedakan indonesia
dari negara-negara lain di dunia. Dengan kekayaan segala hal yang dimiliki
Indonesia tentu akan terpikir didalam benak seseorang bahwa, pasti masyarakat
Indonesia makmur dan sejahtera, lalu bagaimana cara mengatur sumber daya yang
banyak tersebut agar dapar dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat? Tentu ada landasan hukum ekonomi untuk mengatur dan
memanfaatkan sumber daya tersebut untuk rakyat Indonesia, lalu bagaimana bentuk
dan bunyi landasan hukum ekonomi tersebut di Indonesia? Dan apakah sudah
diterapkan secara nyata atau realitasnya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia?
Hal tersebut akan dibahas disini :
EKONOMI
INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM
Landasan
hukum ekonomi untuk mengatur dan memanfaatkan sumber daya di Indonesia yaitu
adalah Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Berikut dibawah ini adalah
penjelasannya:
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan
kekayaanalam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 dan 34 UUD 1945 mengatur kesejahteraan sosial.
Pasal 33 terdiri atas tiga ayat menyatakan :
a. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
c. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selanjutnya
Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menetapkan bahwa produksi dikerjakan oleh semua,
untuk semua, dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran satu orang saja. Karena itu, perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan itu ialah koperasi. perekonomian di negara Indonesia berdasarkan
demokrasi ekonomi di mana kemakmuran adalah bagi semua orang. Sebab ini
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak harus dikuasi oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jauh ke
tangan orang-orang tertentu yang berkuasa sementara rakyat banyak justru
tertindas. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang
boleh berada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 1945 ini merupakan pasal yang penting dan esensial karena
menyangkut pelaksanaan demokrasi ekonomi dan keadilan sosial.
EKONOMI
INDONESIA DALAM PERSPEKTIF REALITAS
Ø Penerapan Pasal 33
UUD 1945 untuk saat ini
Penerapan
pasal ini dalam kehidupan sehari-hari ternyata masih perlu banyak perbaikkan.
Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua.
Karena ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan ke sektor-sektor
swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa
konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan pendelegasian
ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat
sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan
terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola
sumberdaya alam ini.
Sedangkan
pengertian “untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat” menjadi sempit yaitu hanya dalam bentuk pajak dan
royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi bahwa pendapatan negara
dari pajak dan royalti ini akan digunakan untuk sebasar-besar kemakmuran
rakyat. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan mengelola sumberdaya hanya dalam
bentuk penyerapan tenaga kerja oleh pihak pengelolaan sumberdaya alam tidak
menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di
Indonesia.
Sehingga
akhirnya sumber daya alam dan kenikmatan yang didapat hanya dikuasai oleh
sekelompok orang saja. Maka ada erosi makna pasal 33 yang seharusnya diberikan
untuk kepentingan orang banyak.
Contoh nyata
mengapa penerapan pasal 33 dalam kehidupan sehari-hari ternyata masih perlu
banyak perbaikkan dalam pemberian :
1. Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
oleh Menteri Kehutanan pada 579 konsesi HPH di Indonesia yang didominasi hanya
oleh 25 orang pengusaha kelas atas. Masyarakat lokal yang masih menggantungkan
hidupnya pada sumberdaya hutan dan dari generasi ke generasi telah berdagang
kayu, harus diputuskan dari ekonomi kayu. Karena monopoli kegiatan pemanfaatan
hutan dan perdagangan kayu pun diberikan kepada para pemegang Hak Pemilikan
Hutan (HPH) ini. Monopoli kegiatan pemanfaatan ini malah disahkan melalui
seperangkat peraturan, mulai dari UU Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1957 sampai
peraturan pelaksanaannya yang membekukan hak rakyat untuk turut mengelola
hutan. Seperti pembekuan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH) bagi masyarakat
lokal hanya melalui teleks Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur
2. Begitu
pula dalam bidang pertambangan Migas (Minyak dan Gas Bumi) dan Pertambangan
Umum. Untuk kontrak bagi hasil dalam kuasa Pertambangan Migas, Pertamina
(Perusahaan Minyak Negara) memang pemegang tunggal kuasa pertambangan Migas,
tetapi kontrak bagi hasil dari eksploitasi sampai pemasarannya diberikan ke
perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan dibidang pertambangan umum, rakyat
penambang emas di Kalimantan Tengah dan Barat misalnya (Pemerintah
mengistilahkan mereka sebagai PETI=Pengusaha Tambang Tanpa Ijin), harus
tergusur untuk memberikan tempat bagi penambang besar. Dengan logika yang sama
seperti di sektor kehutanan, penambang emas rakyat dianggap tidak mempunyai
teknologi dan manajemen yang baik, sehingga ‘layak’ digusur hanya dengan dalih
tidak mempunyai ijin. Sedangkan penambang emas besar dianggap akan memberikan
manfaat besar karena kemampuan teknologi dan manajemen mereka. Rakyat pendulang
emas tidak mendapat tempat sama sekali dalam kebijakan pengelolaan pertambangan
di Indonesia, dan kehidupan mereka semakin buruk.
3. Praktek
monopoli sumberdaya alam ternyata telah merambah kesektor pariwisata.
Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata tidak bebas lagi menuju kepantai.
Praktik ini banyak terlihat di tempat-tempat wisata baru di Indonesia, seperti
di Anyer-Jawa Barat dan Senggigi-NTB.
Sementara
penghasilan negara dari sektor pengelolaan sumberdaya alam ini tidaklah
langsung dapat dirasakan oleh masyarakat lokal di sekitar sumberdaya alam itu
sendiri (seperti yang diagungkan oleh pendekatan trickle down effect),
melainkan lebih banyak ke kantong para pengusahanya dan ke pusat
pemerintahannya. Tingkat korupsi yang semakin tinggi, lemahnya pengawasan,
kurangnya transparansi serta akuntabilitas pemerintah menyebabkan upaya untuk
meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari sektor pengelolaan
sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.
Ø Penyebab penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan
antara kosep pasal 33 dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia
:
a. Tingkat
korupsi yang semakin tinggi : karena banyak
orang-orang yang masih memikirkan keuntungan dari pengelolahaan sumberdaya
tersebut hanya untuk dirinya sendiri. Tidak memahami dan menerapkan apa arti
sebenarnya dari pasal 33 itu bahwa terdapat kata-kata “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”, serta kurangnya dasar agama di dalam diri sendiri bahwa
jika mereka menggunakan atau mengambil hak orang lain baik dalam bentuk apapun
berarti sama saja artinya dengan mencuri, dan jika itu terjadi maka kita akan
membuat orang lain sensara, sedangkan kita menikmati segala hanya untuk
kepentingan sendiri.
b. Lemahnya
pengawasan dari pemerintah : Lemahnya Pemerintah
Terhadap Investor Bangsa Indonesia telah mengalami pasang surut kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik dalam aspek politik maupun ekonomi.
c. Kurangnya
transparansi serta akuntabilitas pemerintah
menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari
sektor pengelolaan sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.
Ø Akibat dari penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan
antara konsep pasal 33 dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia
Akibat
dari penerapan pasal 33 saat ini masih tidak sejalan antara kosep pasal 33
dengan prakteknya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tentu saja masih
kurnagnya pemerataan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat indonesia,
terutama mereka yang ada di dearah-daerah terpencil. Dan kurang terjaminnya
keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. Salah satu buktinya adalah : Ekonom
dari Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro mengatakan, sebanyak 40% kelompok penduduk berpendapatan terendah makin
tersisih. Kelompok penduduk ini hanya menikmati porsi pertumbuhan ekonomi 19,2%
pada 2006, makin mengecil dari 20,92% pada 2000. Sebaliknya, 20% kelompok
penduduk terkaya makin menikmati pertumbuhan ekonomi dari 42,19% menjadi
45,72%.
Ø Perlunya Mempertahankan Landasan hukum Ekonomi(Pancasila dan
Pasal 33 UUD 1945) di Era ini
Pasal
33 UUD 1945 harus dipertahankan. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal mengenai
keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul “Kesejahteraan
Sosial”. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita
kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 1945 di bawah judul Bab “Kesejahteraan
Sosial” itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada
peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial
merupakan test untuk keberhasilan pembangunan, bukan
semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal. Pasal
33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang mengutamakan kepentingan
bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu orang-perorang.
Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk mengatasi
ketimpangan struktural ekonomi.
Kesimpulan
: Ekonomi
Indonesia dalam perspektif hukum dan realitas, dalam kenyataannya belum sejalan antara konsep
perekonomian Indonesia dengan praktek di masyarakat, karena pemerintah
Indonesia kini cenderung perorangan bukan lagi asas kekeluargaan seperti yang
tercantum di dalam pasal 33 mengenai perekonomian dan berkaitan dengan keadilan
sosial. Sehingga muncul banyak masalah dimana masyarakat belum sepenuhnya
mendapatkan kesejahteraaan dan kemakmuran secara merata.
Saran : oleh
sebab itu menurut saya pemerintah harus lebih peka lagi dalam melakukan pengawasan
atas usaha yang dilakukan untuk tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan
tingkatkan transparansi serta akuntabilitas pemerintah dari sektor pengelolaan
sumber daya untuk kesejahteraan rakyat bukan kesejahteraan perorang saja yang
hanya mementingkan diri sendiri. Masyarakat pun harus sadar akan penerapan dari
landasan perekonomian yaitu pasal 33, bahwa kita semua berhak mendapatkan
kesejahteraan sosial.
Sekian,
artikel mengenai Ekonomi Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Dan Realitas yang
saya kerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi
(softskill). Mohon maaf bila ada penulisan kata yang kurang berkenan, dan
semoga bermanfaat.
Sumber :
Pendidikan
Kewarganegaraan-halaman 18, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007
https://zaenalaktif.wordpress.com/2014/05/23/penerapan-pasal-33-uud-1945/
http://www.academia.edu/9090853/Lemahnya_Pengawasan_
http://politik.kompasiana.com/2013/12/24/ekonomi-kerakyatan-antara-konsep-dan-realita-622447.html