TUGAS
SOFTSKILL “PEREKONOMIAN INDONESIA”
Nama : Anita
NMP : 21213091
Kelas : 1EB24
Jurusan: Akuntansi
Fakultas: Ekonomi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Minggu,
27 April 2014
ARTIKEL
Membandingkan
tingkat kesejahteraan provinsi-provinsi di jawa dengan provinsi di luar jawa.
Berdasarkan indikator kesejahteraan menurut Dudley Seers. Yaitu
dilihat dari:
v Tingkat kemiskinan;
v Tingkat pengangguran;
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang.
Lalu, akan membandingkannya
dengan tingkat kesejahteraan provinsi di luar jawa. Dan memberikan solusinya
untuk meningkatkan kesejahteraan dari suatu provinsi yang belum terlalu
sejahtera. Berikut ini akan dibahas beberapa provinsi di Jawa, dan provinsi di
luar dari provinsi Jawa, dengan tingkat kemiskian, tingkat pengangguran, dan
tingkat ketimpangannya dari berbagai bidang.
PROVINSI
DI JAWA
Berikut ini adalah grafik tingkat
kesejahteraan Provinsi di Jawa :
Yang
menggambarkan tingkay kesejahteraan provinsi di jawa, dilihat dari IPM (Indeks
Pembangunan Manusia), dan indikator kesejahteraan lainnya.
Provinsi Jawa Barat
v Tingkat kemiskinan
Dari data BPS terbaru pada
September 2013 tentang jumlah dan presentase penduduk mikin di Indonesia
menurut provinsi. dapat dilihat dibawah ini:
Dapat dilihat Provinsi Jawa Barat jumlah pendudukan miskin
di kota adalah 2.626,16, di desa 1.756,49, jika di gabung jumlah peduduk miskin
di kota dan desa provinsi jawa barat adalah 4.382,65. Lalu jika di
presentasikan penduduk miskin di kota, dan desa provinsi jawa barat adalah
9,61%. Dan untuk garis kemiskinan di provinsi jawa barat di kota
Rp.281189/kapita, di desa Rp.268251/kapita. Definisi
penduduk miskin menurut BPS sendiri adalah penduduk yang konsumsinya berada di
bawah garis kemiskinan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan di provinsi
Jawa Barat masih cukup banyak dan perlu diperhatikan lagi, bukan hanya oleh
pemerintah tetapi kita kita juga sebagai masyarakat, sebagai warga negara
peduli terhadap masalah kemiskinan ini. Lalu Faktanya,
awal Januari 2013 lalu Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat merilis
tingkat kemiskinan di provinsi paling gemuk di Indonesia tersebut. Menurut BPS,
jumlah penduduk miskin di Jawa Barat sampai September 2012 berjumlah 4.421.484
orang atau 9,89 persen dari penghuni Jawa Barat itu sendiri. Setahun
sebelumnya, September 2011, jumlah warga miskin sebanyak 4.650.810 orang atau
10,57 persen dari jumlah penduduk. Sementara dibanding enam bulan lalu, Maret
2012, tingkat kemiskinan mengalami penurunan 56.046 orang atau 0,20 persen.
Pada Maret tersebut, jumlah warga miskin berjumlah 4.477.530 orang atau 10,09
persen dari jumlah penduduk. Dalam Berita Resmi Statistik (BRS) yang dirilis
BPS Jawa Barat tersebut, tampak dalam kurun waktu enam bulan terakhir
persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan turun sebesar 2,10
persen. Adapun di daerah perkotaan turun 0,62 persen. Secara absolut, selama
periode Maret 2012 – September 2012, penduduk miskin di perdesaan berkurang
39.969 orang sementara di perkotaan turun sebanyak 16.075 orang. Secara
keseluruhan, jumlah penduduk miskin lebih banyak tinggal di perkotaan dibanding
perdesaan, yakni 57,89 persen. Adapun sisanya 42,10 persen sisanya berada di
perdesaan. Jawa Barat memiliki catatan lebih baik. Sampai September 2012 lalu,
BPS mencatat, adanya 4.421.480 penduduk miskin atau 9,89 persen dari jumlah
penduduk. Adapun Jawa Tengah dengan
jumlah penduduk 32.380.687 jiwa, jumlah penduduk miskinnya berjumlah 4.863.410
jiwa atau 14,98 persen. Sementara Jawa Timur dengan jumlah penduduk
37.436.011 jiwa, jumlah penduduk miskinnya mencapai 4.950.540 jiwa atau 13,08
persen. Melihat angka tersebut, tingkat kemiskinan Jawa Barat berada di bawah
rata-rata kemiskinan nasional sebesar 11,66 persen.
Contoh
konkret dari pengalaman Saya sendiri, pada tahun 2009 Saya pernah pergi
ke daerah Ujung Genteng, di daerah sukabumi, dekat pantai selatan, provinsi
Jawa Barat. Di desa ujung genteng masih walaupun tempat pariwisatanya seperti pantai, tempat penangkaran penyu
sangat ramai dan sangat diminati. Dalam
hal ini saya pikir dearah desa ujung genteng ini pasti kemiskinannya tidak
terlalu tinggi. Tetapi ternyata di daerah uung genteng masih banyak orang-orang
yang bekerjanya serabutan atau tidak tentu, lalu masih banyak anak-anak yang putus
sekolah. Mereka tengelam dalam garis kemiskinan. Bahkan listrik pun belum
semuanya penduduk desa ujung genteng menikmati fasilitas listrik. Semoga saja
mungkin sudah beberapa tahun ini kemiskinan di daerah ujung genteng dan daerah
lain pun sudah berkurang, dan mulai menuju kearah yang lebih baik.
v Tingkat pengangguran
Jawa Barat mengalami penambahan jumlah angkatan kerja. Pada bulan Februari
2013 angkatan kerja berjumlah 20.388.637 orang, sedangkan pada Februari 2012
sebanyak 20.138.658 orang, atau mengalami peningkatan sebesar 249.979 orang
pada kurun waktu satu tahun.
Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada Februari 2013 juga
mengalami peningkatan dibandingkan dengan Februari 2012. Pada bulan Februari
2013 penduduk yang bekerja tercatat sebanyak 18.573.371 orang, mengalami
kenaikan 403.719 orang dibandingkan Februari tahun yang lalu sebanyak
18.169.652 orang. Selama kurun waktu satu tahun terjadi penurunan jumlah
penganggur sebanyak 153.740 orang. Pada Februari 2012 penganggur di Jawa Barat
mencapai 1.969.006 orang, sedangkan pada bulan Februari 2013 tercatat
penganggur sebanyak 1.815.266 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa
Barat mengalami penurunan sebesar 0,88 persen dari 9,78 persen pada Februari
2012, menjadi 8,90 persen pada Februari 2013. Penduduk Jawa Barat yang bekerja
dengan status sebagai buruh/karyawan merupakan komposisi tertinggi, yaitu
sebanyak 8,17 juta orang (43,99 persen), diikuti berusaha sendiri sebesar 3,39
juta orang (18,26 persen), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap 2,16 juta
orang (11,65 persen), sedangkan yang paling sedikit adalah berusaha dibantu
buruh tetap sebesar 637 ribu orang (3.43 persen). Mayoritas di antara angkatan
kerja yang bekerja adalah yang berpendidikan SD ke bawah (48,98 persen),
sedangkan yang tamat universitas hanya 6,19 persen dan persentase terkecil
adalah lulusan Diploma I/II/III (2,79 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja
pada Februari 2013, sebanyak 14,19 juta orang (76,43 persen) bekerja di atas 35
jam per minggu, sedangkan penduduk bekerja dengan jumlah jam kerjakurang dari
15 jam per minggu mencapai 789 ribu orang (4,25 persen).
v
Tingkat ketimpangan di berbagai bidang.
Sektor perdagangan : Di Provinsi Jawa Barat, sektor perdagangan
(26,51 persen), industri (20,08 persen) dan pertanian (19,61 persen) menjadi
penampung terbesar tenaga kerja pada Februari 2013. Jika dibandingkan dengan
keadaan Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja di sektor perdagangan
bertambah 113.297 orang (2,36 persen), di sektor industri mengalami pengurangan
9.271 orang (-0,25 persen), sedangkan di sektor pertanian menningkat sebanyak
15.837 orang (0,44 persen).
Dari daftar
ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia yang disusun menurut produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku. Data
di sini adalah data untuk tahun 2008 yang
dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik. Provinsi Jawa Barat peringkat ke 14, dan jumlah PDRB
Provinsi Jawa Barat adalah 14.723.
Pendidikan: dilihat dari tingkat kesejahteraan pendidikan: Dari sejumlah 18.893.835
jiwa angkatan kerja di Provinsi Jawa Barat, separuhnya (9.277.203 orang) hanya
mengenyam pendidikan SD. Dan dari jumlah angkatan kerja sebanyak itu, sekitar
20% atau 1.951.391 orang adalah pengangguran. Kondisi yang demikian, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan rakyat
Jawa Barat masih rendah. Kemampuan dengan latar belakang pendidikan rendah
biasanya hanya mampu bekerja sebagai buruh.
Kesehatan: Tingkat kesehatan penduduk Jawa Barat
terkait masalah lingkungan bisa ditinjau dari banyaknya penduduk yang mengalami
sakit yang dirinci menurut jenis penyakitnya, khususnya penyakit yang
diakibatkan oleh buruknya kualitas udara. Penyakit-penyakit tersebut antara
lain adalah: Penyakit ISPA seperti batuk, pilek, sesak nafas, Penyakit
kulit, Penyakit perut. Berdasarkan data dari
Suseda Jawa Barat, pada tahun 2012 sebesar 47,77% masyarakat menderita penyakit
ISPA (batuk, pilek, sesak nafas); 20,02% menderita penyakit panas, 7,09%
menderita sakit kepala, 1,86% menderita sakit gigi, 2,34% menderita penyakit
perut (diare/buang air) dan sebesar 16,92% menderita penyakit lainnya.
Tingkat pelayanan publik:
Hasil penilaian itu
dikelompokkan menjadi tiga zona. Zona merah menunjukkan tingkat kepatuhan yang
rendah atau tidak memenuhi UU Pelayanan Publik, zona kuning menunjukkan tingkat
kepatuhan sedang, dan zona hijau menunjukkan tingkat kepatuhan yang tinggi. Hasil
observasi menunjukkan, pelayanan publik di tingkat provinsi secara nasional
masih belum mematuhi UU Pelayanan Publik. Baru 9% yang sudah mematuhi UU
Pelayanan Publik. Sebanyak 60,5% masih berada di zona merah dan 30,5% di zona
kuning. Secara nasional, terdapat empat instansi yang pelayanan publiknya masih
buruk yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial, dan Dinas
Kesehatan. Tingkat kepatuhan pelayanan publik Jawa Barat sebagian besar masih
berada di zona merah, 45,5% pelayanan publiknya belum patuh UU Pelayanan
Publik. Sebanyak 36,4% di zona kuning, dan hanya 18,2% di zona hijau.
Provinsi Jawa Timur
v Tingkat kemiskinan : dari data BPS terbaru pada September
2013 tentang jumlah dan presentase penduduk mikin di Indonesia menurut
provinsi. Provinsi Jawa Timur jumlah penduduk miskinnya di kota adalah
1,622,03. Di desa 3.243,79. Jika di jumlah jumlah penduduk miskin di Provinsi
Jawa Timur seluruhnya adalah 4.865,82. Lalu untuk presentase penduduk miskin di
Provinsi Jawa Barat adalah 12,73%. Disparitas kemiskinan di Jawa Timur dengan jumlah
penduduk 37.436.011 jiwa, jumlah penduduk miskinnya mencapai 4.950.540
jiwa atau 13,08 persen. Melihat angka tersebut, tingkat kemiskinan Jawa Barat
berada di bawah rata-rata kemiskinan nasional sebesar 11,66 persen. Badan Pusat Statistik menyatakan Jawa
Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia.
Laporan terbaru Badan Pusat Statistik yang berdasarkan pada hasil survei sosial
ekonomi nasional paa September 2013 menyebutkan jumlah penduduk miskin Jawa
Timur mencapai angka 4,86 juta. Sebanyak 1,62 juta dari angka itu merupakan
penduduk miskin perkotaan, sisanya penduduk di pedesaan. Sepanjang 2013, jumlah seluruh
penduduk miskin di Indonesia bertambah menjadi 28,55 juta orang. Bila
dibandingkan dengan data pada Maret lalu, jumlah penduduk miskin telah
bertambah sebanyak 0,49 juta orang. Pulau Jawa masih menjadi penyumbang
penduduk miskin terbesar, dengan jumlah sekitar 15,55 juta orang. Setelah Jawa
Timur, peringkat kedua dan ketiga jumlah penduduk miskin terbanyak ada di
provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. BPS
mengaku peningkatan jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pertumbuhan inflasi
yang cukup tinggi sebesar 0,52 pada Juni 2013. Tingginya angka inflasi tersebut
ditenggarai disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Selain hal itu,
GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan, sedangkan GKBM
adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Selama periode survei
tersebut, Garis Kemiskinan telah dinaikkan sebesar 7,85 persen atau Rp 21.325,
menjadi Rp 292.951. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita di
bawah angka tersebut, secara otomatis masuk dalam kategori penduduk miskin.
v Tingkat pengangguran: Demikian data yang dirilis BPS
Jatim per Pebruri 2013, bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa
Timur pada Februari 2013 mencapai 4,00 persen, menurun dibanding TPT Agustus
2012 (4,12 persen) dan TPT Februari 2012 (4,14 persen). Jumlah angkatan
kerja di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 20,095 juta orang, bertambah
sekitar 0,194 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar
19,901 juta orang, dan juga lebih tinggi 0,264 juta orang dibanding
Februari 2012 sebesar 19,831 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa
Timur pada Februari 2013 mencapai 19,291 juta orang, bertambah sekitar
0,209 juta orang dibanding keadaan Agustus 2012 sebesar 19,082 juta. BPS juga
menyimpulkan bahwa keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada Februari
(Triwulan I) tahun 2013 menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan keadaan
Agustus 2012. Hal ini terihat dari peningkatan jumlah angkatan kerja dan
penurunan tingkat pengangguran.
Pada Februari 2013, Jumlah
angkatan kerja bertambah sebanyak 194 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2012
dan bertambah 279 ribu orang dibanding keadaan Februari 2012. Penduduk yang
bekerja pada Februari 2013 bertambah sebanyak 209 ribu orang dibanding keadaan
Agustus 2012, dan bertambah 279 ribu orang dibanding keadaan setahun yang lalu
(Februari 2012). Sementara jumlah penganggur pada Februari 2013 mengalami
sedikit penurunan yaitu sebanyak 15.185 orang jika dibanding keadaan Agustus
2012, dan mengalami penurunan sebanyak 15.082 orang jika dibanding keadaan
Februari 2012. Peningkatan jumlah angkatan kerja, berpengaruh terhadap Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,5 persen poin. Peningkatan
penduduk yang bekerja terjadi pada Sektor Industri (16,563 ribu orang),
Perdagangani (173,689 ribu orang), SektorJasa (138,627 ribu orang) dan
Sektor Lainnya (74,054 ribu orang). Sedang sektor Pertanian, Sektor
Konstruksi dan Sektor Transportasi mengalami penurunan. Indikator
utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan dalam
menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Dalam
Tolok Ukur Kinerja Pemerintah Jatim, TPT menjadi satu Capaian indikator Capaian
Kinerja Umum IKU) dalam RPJMD sampai dengan 2014. Rumusan TPT diperoleh
dari perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja.
v Tingkat
ketimpangan diberbagai bidang.
Sektor perdangangan: Dari sisi pertumbuhan ekonomi tahun 2012, Jawa Timur tumbuh pada angka 7,27
persen, di atas rata-rata nasional 6,5%. Secara makro ekonomi memang capaian
demikian sangat baik apalagi karena inflasi kumulatif tahun 2012 hanya mencapai
4,30 persen. Dari aspek sumber pertumbuhan terbesar berasal dari pertumbuhan
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
merupakan tulang punggung utama bagi perekonomian Jawa Timur. Dari hasil
penghitungan PDRB telah diketahui bahwa nilai tambah sektor perdagangan, hotel
dan restoran atas dasar harga berlaku tahun 2012 sebesar Rp 304,50 triliun,
atau setara dengan 30,40 persen dari total nilai PDRB Jawa Timur. Pertumbuhan
sektor ini tahun 2012 sebesar 10,06 persen, lebih besar dibanding tahun
sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,81 persen. Perekonomian
Jawa Timur dari waktu ke waktu terus tumbuh dan berkembang. Kondisi faktual
tersebut dapat ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya dan pengurangan distorsi pembangunan. Pertumbuhan
ekonomi mencapai 7,22 persen di tahun 2011 dan menjadi 7,27 persen pada tahun
2012. Bila ditinjau dari tingkat pertumbuhan PDRB Jawa Timur, maka di balik
tingkat pertumbuhahan di atas 7%, bisa dicatat bahwa: Pertumbuhan sektor-sektor Perdagangan, Hotel, Restoran,
Komunikasi dan Angkutan dan Keuangan, sewa dan Jasa perusahaan sangat
mendongkrak capaian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sampai 2012.
Meskipun secara struktur ekonomi Jawa Timur masih menempatkan sektor pertanian
yang berkontribusi 15,4% persen dari total PDRB, sebagai salah satu dari 3
sektor utama, namun pertumbuhan sektor pertanian rata-rata paling
rendah dibanding pertumbuhan seluruh sektor lain. Sementara
sektor lain yang lebih didorong oleh perkembangan kinerja swasta
tumbuh cukup tinggi. Seperti sektor industri pengolahan, dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (30%) tumbuh 9,81 persen.
Pendidikan: Provinsi
Jawa Timur: Penduduk yang bersekolah selama periode tahun pelajaran 2009/2010 –
2010/2011 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya murid
tercatat pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Terjadi peningkatan pada
jumlah murud TK, SMP dan SMK, sedangkan jumlah murud SD dan SMU mengalami
penurunan. Rasio murid sekolah tiap tingkatan pada tahun 2010 adalah 47
(TK), 173 (SD), 358 (SMP), 401 (SMU) dan 481 (SMK). Sedangkan rasio murid-guru
masing-masing 13 (TK), 14 (SD), 14 (SMP), 13 (SMU), dan 14 (SMK). Jumlah
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Jawa Timur pada
tahun 2010 berturut-turut adalah 6.694 unit, 2.841 unit dan 1.221 unit dengan
jumlah murid sebanyak 819.626 orang (Ibtidaiyah), 495.843 orang (Tsanawiyah),
dan 212.374 orang (Aliyah). Jumlah sekolah dan penduduk yang bersekolah di
Provinsi Jawa Timur Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Jawa Timur sebanyak 8 PTN
yang tersebar di 3 kabupaten/kota dan terdapat 326 perguruan tinggi swasta.
Data lebih rinci mengenai komposisi mahasiswa dan dosen pada masing-masing
perguruan tinggi dapat dilihat pada Tabel.5.44. sampai dengan Tabel. 5.45.
Dilihat pada Tabel 5.46 penduduk laki-laki berusia 19 – 24 tahun yang
berpendidikan SLTA sebesar 747.521 orang. Sedangkan yang tidak sekolah,
mencapai 10.108 orang pada usia 13 – 15 tahun. Sedangkan penduduk laki-laki di
provinsi Jawa Timur yang berpendidikan universitas mencapai 29.444 orang.
Berdasarkan data pada tabel 5.47 penduduk perempuan berusia 19 – 24 tahun
yang berpendidikan SLTA mencapai 692.884 orang, sedangkan yang tidak sekolah
mencapai 7.722 orang pada usia 13 – 15 tahun. Sedangkan penduduk perempuan di
provinsi Jawa Timur yang berpendidikan diploma, mencapai angka 46.586 orang.
Kesehatan: Rata-rata
Angka Harapan Hidup (AHH) di Jawa Timur selama empat tahun terakhir (2009 –
2012) menunjukkan trend meningkat yaitu dari 69,15 (2009) menjadi 70,09 (2012)
atau meningkat 0,94. Angka Harapan Hidup (AHH)
periode 2009-2012 ini, masih saja tidak sedinamis peningkatannya dengan
AHH tahun 2003- 2007. Dimana pada Tahun 2007 AHH Jatim sebesar 68,7
tahun, dan dibanding tahun 2003 sebesar 66,80 tahun, sehingga terdapat
peningkatan 1,89 tahun. Sehingga meski diklaim
dalam LKPJ AMJ Gubernur Jawa Timur Tahun 2009-2012, sebagai indikasi terjadinya
perbaikan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat selama kurun waktu 4
tahun terakhir, namun dengan kapasitas fiskal yang jauh lebih memadai dibanding
era pemerintahan sebelumnya, patut dicatat bahwa pencapaian kinerja peningkatan
AHH Jawa Timur sampai 70,09 tahun pada tahun 2012 menjadi satu perhatian
tersendiri karena masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional Tahun 2011
sebesar 70,74.
Tinkat
pelayanan publik: Hasil
penilaian itu dikelompokkan menjadi tiga zona. Zona merah menunjukkan tingkat
kepatuhan yang rendah atau tidak memenuhi UU Pelayanan Publik, zona kuning
menunjukkan tingkat kepatuhan sedang, dan zona hijau menunjukkan tingkat
kepatuhan yang tinggi. Hasil observasi menunjukkan, pelayanan publik di tingkat
provinsi secara nasional masih belum mematuhi UU Pelayanan Publik. Baru 9% yang
sudah mematuhi UU Pelayanan Publik. Sebanyak 60,5% masih berada di zona merah
dan 30,5% di zona kuning. Secara nasional, terdapat empat instansi yang
pelayanan publiknya masih buruk yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan. Tingkat kepatuhan pelayanan publik tertinggi
di Provinsi Jawa Timur. Tidak ada pelayanan publik yang berada di zona merah.
Pelayanan publik di zona hijau mencapai 75%, sisanya di zona kuning.
Provinsi DKI Jakarta
v Tingkat kemiskinan: Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di
bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan September 2012 sebesar 366,77 ribu (3,70 persen). Dibandingkan
dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang berjumlah. 363,20 ribu (3,69
persen), berarti jumlah penduduk miskin naik sebesar 3,57 ribu atau meningkat
0,01 poin. Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta
mencapai 354,19 ribu orang (3,55 persen), berkurang sebesar 9,01 ribu orang
(0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang
sebesar 363,20 ribu orang (3,69 persen). Jika dibandingkan dengan bulan
September 2012, artinya terjadi
perubahan bahwa jumlah penduduk miskin
berkurang sebesar 12,6 ribu orang (0,15 persen).
v Tingkat pengangguran: Tingkat
pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi DKI Jakarta pada Februari 2013 sebesar
9,94 persen, mengalami penurunan 0,78 poin dibandingkan keadaan Februari 2012
(10,72 persen). Namun demikian secara absolut jumlah pencari kerja mengalami
penurunan sebesar 53,34 ribu orang, dari 566,51 ribu orang pada Februari 2012
menjadi 513,17 ribu orang pada Februari 2013. Dari data Jumlah angkatan kerja
pada Februari 2013 tercatat 5,16 juta orang, berkurang sekitar 119,28 ribu
orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Februari 2012 sebesar 5,28 juta
orang. Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2013 mencapai
5,18 juta orang, berkurang 189 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan
kerja Agustus 2012 yaitu 5,37 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di
Provinsi DKI Jakarta pada bulan Agustus 2013 sebesar 4,71 juta orang, berkurang
126 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan bulan Agustus 2012 sebesar 4,84
juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi DKI Jakarta pada
bulan Agustus 2013 mencapai 9,02 persen, mengalami penurunan sebesar 0,85 poin
dibandingkan keadaan Agustus 2012 yaitu 9,87 persen.
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama, Tahun 2012-2013
(Ribu Orang)
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang:
Pendidikan: Penduduk yang berusia lebih dari
10 tahun menurut pendidikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir di provinsi DKI
Jakarta, yang berpendidikan tamatan SLA paling banyak, yaitu 35,96% di tahun
2010. Sementara untuk yang hanya tamatan SD paling sedikit yaitu sebesar 9,15%.
Dilihat dari tabel 5.40, penduduk DKI Jakarta sudah dan sangat sadar dan
menganggap penting akan pendidikan. Akan tetapi untuk yang menempuh pendidikan
sampai dengan Akademi/Universitas turun dilihat dari tahu 2008 yaitu sebesar
16,61%, dan di tahun 2010 hanya 13,90%. Hal ini dikarenakan, pendidikan di
universitas makin lama makin mahal, yang membuat kebanyakan masyarakat Jakarta,
lebih memilih langsung bekerja di banding kuliah.
Kesehatan: kesehatan warga Jakarta saat ini
dinilai sebagian kalangan masih rendah atau jauh dari harapan. Terutama warga
yang tinggal di lingkungan perumahan kumuh sehingga mengakibatkan warga rentan
terserang wabah penyakit. Masalah ini diperparah dengan rendahnya perilaku
serta pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan. Karena itu, tampaknya,
pelayanan kesehatan menjadi masalah yang krusial di Ibukota.
Tingkat pelayanan publik: Minimnya pelayanan juga
ditunjukan kepada rumah sakit di DKI Jakarta. Survei yang dilakukan oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) menunjukan,
pelayanan kesehatan rumah sakit di Jakarta masih buruk. Bahkan lebih buruk
dibanding pelayanan di Puskesmas di tingkat kelurahan dan kecamatan di Ibukota.
Provinsi Jawa Tengah
v Tingkat kemiskinan: Tingkat
Kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tinggi. Tahun lalu, angka kemiskinan
provinsi ini mencapai 14,4 persen. Selain menjadi yang tertinggi kedua di pulau
jawa, tingkat kemiskinan di provinsi ini juga masih lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kemiskinan nasional. Demikian pula halnya dengan kedalaman dan
keparahan kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,angka indeks Jawa
Tengah untuk kedua indikatortersebut masih lebih tinggi daripada angka nasional.
Angka
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih cukup tinggi, yaitu sebesar 14,98
persen atau di atas rata-rata nasional sebanyak 11 persen, Provinsi Jawa Tengah yang
berpenduduk 38,5 juta jiwa hingga kini belum tuntas menghadapi problem
kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kemiskinan memang menurun,
dari 17,72 persen (6 juta jiwa) tahun 2009 menjadi 14,98 persen (4,86 juta
jiwa) pada 2012 dari jumlah penduduk saat itu 32,3 juta jiwa. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik Jateng tahun 2012, dari sekitar 4,97 juta jiwa penduduk
miskin, sekitar 2,97 juta jiwa di antaranya tinggal di wilayah desa.
v Tingkat pengangguran: diketahui
Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2013 mencapai 16,91 juta orang,
berkurang sekitar 186 ribu orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar
17,09 juta orang dan berkurang 213 ribu juta orang jika dibanding Februari 2012
yang sebesar 17,12 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa
Tengah pada Februari 2013 mencapai 5,57 persen, mengalami penurunan sebesar
0,06 persen dibanding TPT Agustus 2012 dengan nilai TPT sebesar 5,63 persen dan
jika dibandingkan dengan Februari 2012 juga mengalami penurunan sebesar 0,31
persen poin dengan nilai TPT sebesar 5,88 persen.
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang:
Pendidikan :
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Jawa Tengah menjadi salah satu
persoalan pasling dasar. Sarana pendidikan yang tidak merata dan hanya terpusat
diperkotaan menyebabkan kesempatan bagi masyarakat pedesaan untuk mengenyam
pendidikan sangat terbatas. Ditilik dari data BPS, rata - rata lama sekolah di
Jateng merupakan yang terendah di Jawa. Sebagian besar warganya hanya mampu
menyelesaikan pendidikan hingga kelas II sekolah menengah pertama.
Kesehatan :
kesehatan di provinsi jawa tengah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan provinsi
lain yang di pulau jawa. Tidak jarang ditemui bahwa pelayanan kesehatan untuk masyarakat
kurng mampu kurang diperhatikan. Jamianan kesehatan gratis pun belum terealisai
sepenuhnya.
Tingkat pelayanan publik :
dari data Peringkat Terbaik Pelayanan Publik Tingkat Provinsi, dan Peringkat
Pelayanan Informasi Pemerintah Tingkat Provinsi. Provinsi Jawa Tengah menempati
posisi peringkat ke2.
Provinsi DI Yogyakarta
v Tingkat kemiskinan: Faktanya
meski menyandang status Daerah Istimewa angka kemiskinan DIY ternyata tak kalah
“istimewa”. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkini pada September 2013
menunjukkan persentase penduduk miskin kota dan desa di DIY sebesar
15,03%. Angka tersebut memang turun dari periode yang sama tahun 2012.
Namun tingkat kemiskinan di DIY tetap menjadi yang terbesar di antara
seluruh Provinsi di Jawa. Sebagai gambaran DKI Jakarta yang dikenal memiliki
banyak penduduk miskin kota persentase kemiskinannya sebesar 3,72%. Sementara
Banten yang dikenal sebagai salah satu provinsi tertinggal memiliki angka
kemiskinan 5,89%. DIY pun masuk ke dalam 10 besar provinsi termiskin di
Indonesia.
Data
BPS terbaru pada September 2013 tentang jumlah dan persentase penduduk miskin
Indonesia menurut Provinsi. DIY dengan persentase kemiskinan 15,03% menjadi
yang tertinggi se-Jawa (www.bps.go.id) Ada sekitar 535 ribu penduduk
miskin di DIY yang sebagian besar di antaranya justru berada di kota yakni
325 ribu sementara 209 ribu adalah penduduk miskin desa. Definisi penduduk
miskin menurut BPS sendiri adalah penduduk yang konsumsinya berada di bawah
garis kemiskinan. Sementara itu garis kemiskinan di DIY pada periode yang sama
sesuai berita statistik BPS Provinsi DIY sebesar Rp. 303.843.
Meski
angkanya turun namun persentase kemiskinan di DIY masih tetap tinggi (Tabel
dari Beritas Resmi Statistik BPS Provinsi DIY, 2 Januari 2014). Fakta tingkat
kemiskinan DIY yang tertinggi se-Jawa tentu sangat mengejutkan dan mungkin tak
banyak disadari. Apalagi menurut Kantor Perwakilan. Bank Indonesia
DIY pertumbuhan ekonomi wilayah ini pada 2013 diperkirakan sebesar 4,5%-5,5%
yang meski melambat tapi tetap tinggi. Ini membuktikan bahwapertumbuhan
ekonomi tidak berdampak signifikan terhadap angka kemiskinan di DIY.
v Tingkat pengangguran: Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25 persen.
Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding TPT Februari 2013 sebesar 5,92
persen dan dibandingkan TPT Agustus 2012 meningkat 6,14 persen. Tenaga kerja di
Indonesia pada Agustus 2013 menunjukkan adanya penurunan jumlah angkatan kerja
sebanyak 3,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2013.
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang:
Pendidikan :
Menariknya faktor pendidikan yang
selama ini dianggap sebagai salah satu faktor jamak yang mempengaruhi pola
pikir masyarakat memicu menguatnya mata rantai kemiskinan sepertinya kurang
berlaku di DIY. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY justru tertinggi ketiga
se-Indonesia setelah Riau dan DKI Jakarta. Dengan demikian
masalah kemiskinan di DIY bukan lagi mengenai rendahnya pendidikan atau
hambatan cara pandang masyarakatnya melainkan masalah bagaimana meningkatkan kemandirian
dan pendapatan penduduk DIY. di provinsi D.I. Yogyakarta penduduk laki-laki
yang berusia 5-24 tahun dilihat dari golongan umur dan status pendidikan. Usia
7 – 12 tahun yang duduk di bangku Sekolah Dasar paling banyak, yaitu sejumlah
148.435 orang. Dan yang paling sedikit adalah berusia 19 – 24 tahun yang duduk
di bangku SLTP yaitu 655 orang. Penduduk Laki-laki Berusia 5-24 Tahun Menurut
Golongan Umur dan Status Pendidikan Hingga tahun 2011, dari sejumlah perguruan
tinggi yang ada, jumlah mahasiswa yang menempuh pendidikan di Yogyakarta
mencapai 78.992 orang. Data selengkapnya tertera pada Tabel 5.50.
Daftar Jumlah Mahasiswa dan Dosen di D.I. Yogyakarta Pada tahun 2010 untuk jenjang TK hingga Sekolah Menengah Atas tercatat 5.178 unit sekolah atau meningkat 2,07 persen dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat 5.073 sekolah. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD), pada tahun 2010 memiliki 1.858 sekolah dengan jumlah murid sebanyak 294.224 anak dan diasuh oleh 22.141 guru. Untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tercatat sebanyak 421 sekolah (SMP) dengan 127.214 anak didik yang diasuh oleh 10.798 orang guru.
Pada Sekolah Menengah Umum, tercatat sebanyak 5.624 orang guru yang mengajar 81.315 siswa yang tersebar pada 165 sekolah. Adapun untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan terdapat 195 unit sekolah dengan 77.077 siswa yang diajar oleh 8.067 orang guru. Jumlah murid putus sekolah tercatat 1.425 anak atau mengalami peningkatan 1,01 persen dibandingkan tahun 2009. Pada jenjang perguruan tinggi negeri, Provinsi D.I.Yogyakarta memiliki 10 perguruan tinggi, dengan jumlah mahasiswa keseluruhan sebanyak 78.992 orang dengan jumlah dosen tetap sebanyak 4.545 orang. Adapun perguruan tinggi swasta (PTS) tercatat sebanyak 112 institusi dengan rincian 38,39 persen akademi, 34,82 persen sekolah tinggi, 16,07 persen universitas serta masing-masing 7,14 persen politeknik dan 3,57 persen institut, dengan jumlah mahasiswa sebanyak154.222 orang yang diasuh oleh 6.102 orang dosen.
Daftar Jumlah Mahasiswa dan Dosen di D.I. Yogyakarta Pada tahun 2010 untuk jenjang TK hingga Sekolah Menengah Atas tercatat 5.178 unit sekolah atau meningkat 2,07 persen dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat 5.073 sekolah. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD), pada tahun 2010 memiliki 1.858 sekolah dengan jumlah murid sebanyak 294.224 anak dan diasuh oleh 22.141 guru. Untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tercatat sebanyak 421 sekolah (SMP) dengan 127.214 anak didik yang diasuh oleh 10.798 orang guru.
Pada Sekolah Menengah Umum, tercatat sebanyak 5.624 orang guru yang mengajar 81.315 siswa yang tersebar pada 165 sekolah. Adapun untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan terdapat 195 unit sekolah dengan 77.077 siswa yang diajar oleh 8.067 orang guru. Jumlah murid putus sekolah tercatat 1.425 anak atau mengalami peningkatan 1,01 persen dibandingkan tahun 2009. Pada jenjang perguruan tinggi negeri, Provinsi D.I.Yogyakarta memiliki 10 perguruan tinggi, dengan jumlah mahasiswa keseluruhan sebanyak 78.992 orang dengan jumlah dosen tetap sebanyak 4.545 orang. Adapun perguruan tinggi swasta (PTS) tercatat sebanyak 112 institusi dengan rincian 38,39 persen akademi, 34,82 persen sekolah tinggi, 16,07 persen universitas serta masing-masing 7,14 persen politeknik dan 3,57 persen institut, dengan jumlah mahasiswa sebanyak154.222 orang yang diasuh oleh 6.102 orang dosen.
Kesehatan dan Tingkat pelayanan publik : DI Yogyakarta mnenpati
peringkat posisi ke-4 dari Peringkat Terbaik Pelayanan Publik Tingkat Provinsi,
dan Peringkat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Tingkat Provinsi. Lalu, peringkat
ke-3 untuk Peringkat Pelayanan Informasi Pemerintah Tingkat Provinsi.
Provinsi Banten
v Tingkat kemiskinan:
Menurut Daerah, 2002-2010
Sumber:
Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Pada tahun 2006, jumlah penduduk
miskin di Banten mencapai puncaknya yaitu tercatat sebesar 904.300 penduduk
miskin (9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan. Banyaknya penduduk
miskin pada tahun 2006 lebih disebabkan karena pada periode penghitungan
tersebut (Juli 2005-Maret 2006), pemerintah kembali menaikan harga BBM (tahap
2) pada bulan Oktober 2005, yang menjadi pemicu inflasi pada bulan tersebut
sebesar 6,88 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun
penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya
menjadi miskin. Sehingga pada tahun 2006 tercatat sebesar 904.300 penduduk miskin
(9,79 persen) berada di bawah garis kemiskinan. Program-program anti kemiskinan
yang digulirkan oleh pemerintah seperti BLT, PNPM Mandiri, P2KP dan lain
sebagainya, membuat jumlah penduduk miskin terkoreksi dan terus mengalami
penurunan pada tahun 2007 sampai dengan 2010. Pada tahun 2007 jumlah penduduk
miskin tercatat sebesar 886.200 orang (9,07 persen), pada tahun 2008 menurun
menjadi 816.742 orang (8,15 persen), kemudian pada tahun 2009 mengalami
penurunan kembali menjadi sebesar 788.067 orang (7,64 persen), hingga pada
tahun 2010 ini jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 758.163 orang atau
sekitar 7,16 persen penduduk berada dibawah garis kemiskinan.
v Tingkat pengangguran: Angka
Penggangguran di Provinsi Banten sangat fluktuatif yang tercatat pada tabel 1
mencapai 726.577 Jiwa pada tahun 2010 yang mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya yaitu 652.362 Jiwa dari jumlah penduduk Banten yang mencapai
10.632.166 Jiwa. Dari data yang ada, kita bisa melihat angka tingkat
pengangguran tertinggi di Banten terjadi pada tahun 2006, dimana Kabupaten
Tangerang menyumbang angka pengangguran tertinggi yaitu 311.748 Jiwa. Dari
tahun ke tahun, Kabupaten Tangerang selalu memiliki angka pengangguran
tertinggi dibandigkan Kota atau Kabupaten lainnya di Banten. Penurunan Angka
Pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2007 di daerah Kabupaten Pandeglang.
Angka pengangguran terendah dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dimiliki
oleh Kabupaten Lebak pada angka 9.423 Jiwa. Angka pengangguran bisa disebabkan
oleh output atau jumlah barang yang tersedia melebihi jumlah konsumsi
masyarakat. Sehingga para pelaku produsen menurunkan angka produksi sehingga
mencapai batas maksimal konsumsi masyarakat yang akhirnya para produsen akan
menurukan pengugunaan faktor-faktor produksi, salah satunya tenaga kerja.
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang:
Pendidikan : Puluhan ribu anak usia sekolah
di Provinsi Banten baik tingkat SD, SMP dan SMA tidak mengenyam bangku sekolah.
Bahkan ribuan lulusan sekolah tingkat SMA dan perguruan tinggi,
banyak yang menganggur kerena tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang ada di Provinsi Banten. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Hudaya Latoconsina mengatakan, secara umum partisipasi pendidikan di Provinsi Banten menunjukan perkembangan yang cukup baik. Namun dia mengakui, masih ada anak usia sekolah tingkat SD yang tidak sekolah, yaitu mencapi 27.000 orang. “Tidak hanya itu, anak usia sekolah tingkat SMP juga masih sebanyak yaitu 7.000 orang,” ujar Hudaya, beberapa waktu lalu. Bahkan yang lebih menghawatirkan, kata Hudaya, yaitu partisipasi tingkat SMA, dari 620.000 anak usia sekolah tingkat SMA yang ada di Banten saat ini, hanya 68,55 saja yang sekolah. Sedangkan sebanyak 31,45 %, dinyatakan tidak sekolah, karena drop out. “Tapi untuk pendidikan tinggi cukup bagus perkembanganya, yaitu dari 5,% saat awal Banten berdiri menjadi 12,81% pada saat ini,” terang Hudaya. Masih rendahnya partisipasi sekolah di Banten ini, menurut Hudaya, salahsatunya karena lemahnya layanan pendidikan dan lemahnya kualitas pendidik yang ada saat ini. Sehingga bisa menimbulkan lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan. “Permasalahan ini (rendahnya partisipasi sekolah) yang sedang kami selesaikan, agar pendidikan di Banten terus meningkat,” ujar Hudaya. Sementara itu, Hudaya juga menyinggung tingginya pengangguran di Banten yang mencapai 600.000 hingga - 700. 000 orang. Jumlah pengangguran sebanyak itu rata-rata lulusan SMA dan Perguruan Tinggi. “Ini disebabkan pendidikan yang ada di Banten belum mengantarkan kebutuhan dunia ril (dunia kerja). Kopetesi guru belum mengantarkan kebutuhan riel,” ujarnya.
banyak yang menganggur kerena tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang ada di Provinsi Banten. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Hudaya Latoconsina mengatakan, secara umum partisipasi pendidikan di Provinsi Banten menunjukan perkembangan yang cukup baik. Namun dia mengakui, masih ada anak usia sekolah tingkat SD yang tidak sekolah, yaitu mencapi 27.000 orang. “Tidak hanya itu, anak usia sekolah tingkat SMP juga masih sebanyak yaitu 7.000 orang,” ujar Hudaya, beberapa waktu lalu. Bahkan yang lebih menghawatirkan, kata Hudaya, yaitu partisipasi tingkat SMA, dari 620.000 anak usia sekolah tingkat SMA yang ada di Banten saat ini, hanya 68,55 saja yang sekolah. Sedangkan sebanyak 31,45 %, dinyatakan tidak sekolah, karena drop out. “Tapi untuk pendidikan tinggi cukup bagus perkembanganya, yaitu dari 5,% saat awal Banten berdiri menjadi 12,81% pada saat ini,” terang Hudaya. Masih rendahnya partisipasi sekolah di Banten ini, menurut Hudaya, salahsatunya karena lemahnya layanan pendidikan dan lemahnya kualitas pendidik yang ada saat ini. Sehingga bisa menimbulkan lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan. “Permasalahan ini (rendahnya partisipasi sekolah) yang sedang kami selesaikan, agar pendidikan di Banten terus meningkat,” ujar Hudaya. Sementara itu, Hudaya juga menyinggung tingginya pengangguran di Banten yang mencapai 600.000 hingga - 700. 000 orang. Jumlah pengangguran sebanyak itu rata-rata lulusan SMA dan Perguruan Tinggi. “Ini disebabkan pendidikan yang ada di Banten belum mengantarkan kebutuhan dunia ril (dunia kerja). Kopetesi guru belum mengantarkan kebutuhan riel,” ujarnya.
Kesehatan dan Pelayanan
Publik : Banten
adalah salah satu dari 20 provinsi dengan angka tingkat kematian ibu dan bayi
yang tinggi, menurut Departemen Kesehatan. Mendapatkan peringkat ”
rata-rata” oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2012
berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia, yang mengukur kemajuan pada kesehatan ,
pendidikan, dan pendapatan di 33 provinsi. Banten mencetak tingkat kemajuan
5,85 persen , dibandingkan dengan rata-rata nasional 6,25 persen. Layanan
kesehatan yang berkualitas tetap menjadi mewah di banyak bagian Banten -
yang sebenarnya hanya beberapa jam berkendara dari Jakarta – sementara
pemerintah telah meningkatkan dana transfer daerah setiap tahun. “Seperti
peningkatan yang bertujuan untuk menghindari alokasi proporsional pengeluaran
dan pendapatan antara pemerintah pusat dan daerah,” kata Anton Tarigan,
kepala urusan kelembagaan pemerintah daerah di Bappenas. ” Ini juga bertujuan
untuk memastikan bahwa pengeluaran dan pendapatan sesuai untuk daerah
yang berbeda.”
Pelayanan publik, terutama dalam perawatan
kesehatan , tidak mencerminkan peningkatan yang signifikan dalam alokasi
anggaran , karena sebagian besar pengeluaran dialokasikan ke belanja pegawai –
gaji, tunjangan, dan kesejahteraan.
PROVINSI
DILUAR JAWA
Papua Barat
v Tingkat kemiskinan: Persentase
penduduk miskin selama periode tahun 2006 – 2010 menunjukkan pola menurun.
Persentase penduduk miskin turun dari 41,34 persen pada tahun 2006 menjadi
34,88 persen pada tahun 2010. Di samping keberhasilan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, BPS Provinsi Papua Barat juga mencatat beberapa
indikator yang masih perlu ditingkatkan. Indikator tersebut yaitu tingkat
kedalaman kemiskinan di Provinsi Papua Barat naik dari 9,18 pada tahun 2008
menjadi 9,75 pada tahun 2009; dan tingkat keparahan kemiskinan naik dari 3,50
pada tahun 2008 menjadi 3,57 pada tahun 2009. Kondisi kemiskinan di Papua Barat
pada tahun 2009 lebih dalam dan lebih parah dibandingkan dengan kondisi
kemiskinan pada tahun 2008. Meskipun demikian, dibandingkan tahun 2007,
kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan tahun 2009 masih lebih baik.
Indeks kedalam kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan tahun 2007 untuk
Provinsi Papua Barat masing-masing 12,97 dan 5,66.
Berikut
ini adalah grafik perkembangan jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan
di prov.papua
v Tingkat pengangguran: Tingkat
pengangguran (TPT) turun dari 10,17 persen pada tahun 2006 menjadi 9,46 persen
pada tahun 2007; 7,67 persen pada tahun 2008 dan 7,56 persen pada tahun 2009. Perkembangan
angkatan kerja Provinsi Papua dalam 5 tahun terkahir meningkat. Jumlah angkatan
kerja hingga akhir tahun 2013 (februari) mencapai 1693.738 jiwa atau sekitar
1,39 persen dari total angkatan kerja nasional, yang terdiri dari 1.646.038
jiwa penduduk bekerja dan 47.700 jiwa pengangguran terbuka. Persebaran jumlah
angkatan kerja terbesar tahun 2012 terdapat di Kota Jayapura, yaitu sebanyak
116.394 jiwa, dan paling rendah di Kabupaten Supiori sebanyak 6.446jiwa.
Perkembangan
Angkatan Kerja Kabupaten/Kota Provinsi Papua Tahun 2008 dan 2012
v Ketimpangan diberbagai bidang:
Di bidang kesehatan :
Angka harapan hidup
meningkat dari 67,3 tahun pada tahun 2006 meningkat menjadi 67,6 tahun pada
tahun 2007; 67,90 tahun pada tahun 2008 dan 68,20 tahun pada tahun 2009. Angka
kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup turun dari 33,9 pada tahun 2006
menjadi 32,7 pada tahun 2007; 31,6 pada tahun 2008 dan 30,5 pada tahun 2009.
Di bidang pendidikan :
Angka melek huruf tahun 2009
meningkat dibandingkan tahun 2006 yaitu dari 88,55 persen menjadi 92,34
persen. Rata-rata lama sekolah meningkat dari 7,20 tahun pada tahun 2006
menjadi 8,01 tahun pada tahun 2009.
Riau
v Tingkat kemiskinan: Jumlah dan
Persentase Penduduk Miskin Riau pada September 2012 adalah 481,31 ribu atau
8,05 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada
di bawah Garis Kemiskinan) di Riau September 2012 sebesar 481,31 ribu jiwa
(8,05 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2011
yang berjumlah 472,45 ribu jiwa (8,17 persen), jumlah penduduk miskin di Riau
mengalami kenaikan sebanyak 0,9 ribu jiwa.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2013 adalah 469,28
ribu atau 7,72 persen dari total penduduk.
Jumlah penduduk miskin (penduduk
yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau Maret 2013 sebesar 469,28 ribu
jiwa (7,72 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret
2012 yang berjumlah 483,07 ribu jiwa (8,22 persen), penduduk miskin di
Riau mengalami penurunan sebanyak 13,79 ribu jiwa.
Selama periode Maret 2012 - Maret
2013, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 11,92 ribu jiwa, dan di
daerah perkotaan juga mengalami pengurangan sebesar 1,87 ribu jiwa.
Jumlah dan persentase penduduk
miskin di Riau memperlihatkan kecenderungan menurun pada periode 2008-2013.
Jumlah penduduk miskin menurun dari 566,67 ribu jiwa pada tahun 2008 menjadi
469,28 ribu jiwa pada bulan Maret 2013. Secara relatif juga terjadi
penurunan persentase penduduk miskin dari 10,63 persen pada tahun 2008
menjadi 7,72 persen pada bulan Maret 2013. Jumlah penduduk miskin (penduduk
yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Riau September 2013 sebesar 522,53
ribu jiwa (8,42 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2012 yang berjumlah 481,31 ribu jiwa (8,05 persen), jumlah penduduk
miskin di Riau mengalami kenaikan sebanyak 41,22 ribu jiwa. Secara relatif
terjadi kenaikan persentase penduduk miskin dari 8,05 persen pada September
2012 menjadi 8,42 persen pada bulan September 2013. Terjadi kenaikan sebesar
0,37 persen. Selama periode September 2012- September 2013, penduduk miskin di
daerah perdesaan diperkirakan bertambah 34,92 ribu jiwa, sementara di daerah
perkotaan diperkirakan bertambah 6,3 ribu jiwa.
v Tingkat pengangguran: Tingkat Pengangguran Terbuka Di
Provinsi Riau Pada Agustus 2013 Sebesar 5,50 Persen Submitted by disyantik on Wed,
06/11/2013 - 2:31pm
Jumlah angkatan kerja di Provinsi
Riau pada Agustus 2013 mencapai 2.625.848 orang. Jika dibandingkan dengan total
penduduk usia 15 tahun keatas yang berjumlah 4.127.474 orang, maka Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi Riau sebesar 63,62 persen. Jumlah
penduduk yang bekerja di Provinsi Riau pada Agustus 2013 sebanyak 2.481.361
orang, dengan rincian sebanyak 941.463 orang di bekerja di daerah perkotaan dan
sebanyak 1.539.898 orang bekerja di daerah pedesaan. Jumlah pengangguran
pada Agustus 2013 sebanyak 144.487, dengan demikian Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Provinsi Riau mencapai sebesar 5,50 persen, yang berarti naik
jika dibandingkan dengan TPT di tahun 2012 yang hanya sebesar 4,30
persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2013
sebesar4,13 persen
Jumlah
angkatan kerja di Riau pada Februari 2013 mencapai 2.815.864 orang, atau
bertambah 192.368 orang (7,33 persen) dibandingkan jumlah angkatan kerja pada
Februari 2012 sebesar 2.623.496 orang. Jumlah penduduk yang bekerja di
Riau pada Februari 2013 sebesar 2.699.454 orang atau bertambah
211.597 orang (7,86 persen) dibandingkan dengan keadaan pada Februari
2012. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2013 sebesar 4,13 persen,
lebih rendah dibandingkan keadaan pada Februari 2012 (5,17 persen). Pertanian
masih merupakan sektor yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Riau. Pada periode Februari 2013, penduduk yang bekerja bekerja
di sektor pertanian sebesar 44,8 persen, meningkat 1,17 persen dibandingkan
dengan kondisi Februari 2012 sebesar 43,65 persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka Di Provinsi Riau Pada Agustus 2012
Sebesar 4,30 Persen
Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti
turun jika dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2011 yang
mencapai 5,32 persen. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2012
mencapai 2.506.776 orang. Jika dibandingkan dengan total penduduk usia 15 tahun
keatas yang berjumlah 3.985.257 orang, maka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) Provinsi Riau sebesar 62,90 persen. Jumlah penduduk yang bekerja di
Provinsi Riau pada Agustus 2012 sebanyak 2.399.002 orang, dengan rincian
sebanyak 903.034 orang di bekerja di daerah perkotaan dan sebanyak 1.495.968
orang bekerja di daerah pedesaan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2012
sebesar 5,17 persen
Jumlah
angkatan kerja di Riau pada Februari 2012 mencapai 2.623.496 orang, atau
bertambah 29.383 orang (1,12 persen) dibandingkan jumlah angkatan kerja pada
Februari 2011 sebesar 2.594.113 orang. Jumlah penduduk yang bekerja di
Riau pada Februari 2012 sebesar 2.487.857 orang atau bertambah
79.653 orang (3,2 persen) dibandingkan dengan keadaan pada Februari 2011.
Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2012 sebesar 5,17 persen, lebih
rendah dibandingkan keadaan pada Februari 2011 (7,17 persen).
v Tingkat ketimpangan diberbagai
bidang:
Pendididkan :
Pendidikan
Dasar: Pada tahun 2010/2011 Taman Kanak-kanak berjumlah 1.763 sekolah, 63.164
murid dan 7.886 guru dengan rasio murid terhadap guru 8,01 dan murid terhadap
sekolah 35,83. Gambaran di atas menunjukkan perkembangan yang cukup berarti
jika dibandingkan dengan tahun 2009/2010 dimana jumlah Taman Kanak kanak 1.406,
murid 54.742, dan guru 5.320. Selanjutnya pada tahun 2010/2011 Sekolah
Dasar berjumlah 3.361, murid 765.851 dan guru 52.523, dengan rasio
murid terhadap guru 14,58 dan ratio murid terhadap sekolah 227,86.
Pendidikan
Menengah: Data statistik pendidikan menengah terbatas pada SLTP dan SMU di
lingkungan Dinas Pendidikan Nasional saja. Pada tahun 2010/2011 terdapat 892
SLTP umum, 344 SMU, dengan jumlah murid SLTP 223.172. Sedangkan rasio murid
terhadap guru SLTP 11,74. Rasio tersebut lebih rendah
dibanding rasio pada tahun‑tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan tahun
2009/2010 yaitu 845 SLTP, 348 SMU, dengan 216.321 murid SLTP, 113.881
murid SMU serta guru SLTP 12.836 dan
guru SMU 9.188 dengan rasio murid terhadap guru SLTP 16,85 dan murid terhadap
guru SMU 12,39. Jika hal ini berkelanjutan, dikhawatirkan kualitas pendidikan akan
menurun.
Pendidikan
Tinggi: Pada tahun 2008 terdapat 5 buah universitas swasta, 30 sekolah tinggi,
dan 24 akademi serta 4 poltek di Provinsi Riau dalam lingkungan APTISI Riau dan
siap menampung lulusan SLTA.
Kesehatan : Pembangunan bidang kesehatan bertujuan
agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh
pelayanan kesehatan secara merata dan murah. Dengan tujuan tersebut
diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik,
yang pada gilirannya memperoleh kehidupan yang
sehat dan produktif. Bila pada tahun 2009 terdapat 48 buah rumah
sakit, 192 puskesmas, 738 puskesmas pembantu, tahun 2010 jumlah
rumah sakit menjadi 50, puskesmas 200 dan puskesmas pembantu 816. Pada tahun
2009 data jumlah para medis (dokter) 1.583 orang yang terdiri dari 565
spesialis, 775 dokter umum dan 243 dokter gigi. Data tahun 2010 menunjukkan
jumlah para medis (dokter) 1.858 orang yang terdiri dari 592 spesialis, 939
dokter umum dan 327 dokter gigi.
Dengan meningkatnya sarana kesehatan berarti tingkat pelayanan dapat dikatakan semakin baik. Walaupun tingkat pelayanan kesehatan semakin baik namun masih dirasakan kekurangannya dan penyebaran tenaga medis belum merata pada masing-masing Kabupaten/Kota.
Guna menanggulangi tingginya laju pertumbuhan penduduk, pemerintah sejak tahun 70-an melaksanakan program Keluarga Berencana. Tujuan Keluarga Berencana adalah tercapainya suatu masyarakat yang sejahtera melalui upaya perencanaan dan pengendalian jumlah kelahiran.
Dengan meningkatnya sarana kesehatan berarti tingkat pelayanan dapat dikatakan semakin baik. Walaupun tingkat pelayanan kesehatan semakin baik namun masih dirasakan kekurangannya dan penyebaran tenaga medis belum merata pada masing-masing Kabupaten/Kota.
Guna menanggulangi tingginya laju pertumbuhan penduduk, pemerintah sejak tahun 70-an melaksanakan program Keluarga Berencana. Tujuan Keluarga Berencana adalah tercapainya suatu masyarakat yang sejahtera melalui upaya perencanaan dan pengendalian jumlah kelahiran.
Kalimantan Timur
v Tingkat kemiskinan: Grafik warga
miskin Kaltim yang cenderung fluktuatif, membuat peserta diskusi yang dipandu
Direktur Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) Area Kaltim Sofyan Masykur,
menjadi bersemangat. Bukan karena jumlah warga miskin makin menurun, tapi
program penanggulangan yang digalakkan pemerintah selama ini terkesan stagnan.
Itu tergambar dari data yang dibeber Asisten III Sekprov Kaltim Sutarnyoto saat
diskusi di gedung Kaltim Post Biro Samarinda, Kompleks Mahakam Square, Jl
Untung Suropati Selasa (3/11). Menilik data lima tahun terakhir, tahun 2004
jumlah warga miskin mencapai 318.200 jiwa (11,57 persen), pada 2005 turun
menjadi 299.100 jiwa (10,57 persen). Namun pada 2006 bertahan di angka 299.100
jiwa (10,57 persen), lalu pada 2007 turun menjadi 324.800 jiwa (10,74 persen),
dan tahun 2008 juga turun menjadi 259.450 jiwa (9,51 persen). Adapun dana yang
dialokasikan untuk penanggulangan kemiskinan ini mencapai Rp 928,1 miliar,
terdiri dari dana APBN Rp 649,1 miliar dan APBD Kaltim Rp 271,5 miliar. Dana
ini akan mengakomodasi program perlindungan dan bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat miskin, pemberdayaan usaha menengah kecil dan kredit usaha rakyat
(UMK-KUR). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Johnny Anwar ZS berkutat
pada cara penghitungan garis kemiskinan berikut indikator-indikator apa saja
bisa dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sebab konsep yang dipakai BPS
adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
v Tingkat
pengangguran: Permasalahan semakin
kompleks karena berbagai lapangan kerja masih banyak dipenuhi oleh SDM dari
luar Kalimantan Timur. Selain dikarenakan kurang terpenuhinya kuantitas SDM
lokal, juga disebabkan dari sisi kualitas SDM yang kalah jauh dibandingkan
dengan SDM luar Kalimantan Timur. Dari sisi angkatan kerja, data menunjukkan
sebagian besar angkatan kerja di Kalimantan Timur berpendidikan tamat SMA ke
atas, yakni mencapai proporsi 46,71 persen dari total angkatan kerja di Kaltim
pada Tahun 2012. Sedangkan angkatan kerja berpendidikan tamat SD ke bawah
mencapai angka 34,90 persen. Kondisi ini mencerminkan kualitas tenaga kerja di
wilayah Kaltim relatif masih rendah. Kualitas SDM (angkatan kerja) menentukan
kemampuan tenaga kerja dalam memenuhi tuntutan spesifikasi tenaga kerja dari
sektor ekonomi. Dengan basis ekonomi wilayah yang padat modal dan membutuhkan
kemampuan yang cukup tinggi, kondisi pasar tenaga kerja lokal terbilang rentan
dalam memenuhi spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan sektor utama tersebut.
Sebagaimana kita ketahui, tenaga kerja yang terserap di sektor (basis)
pertambangan adalah sebesar 10,00 persen, sementara sektor yang paling banyak
menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian (28,35%) diikuti sektor
perdagangan (21.48%) dan sektor jasa (19.42%). Walaupun sumbangan sektor
tambang terhadap PDRB sangat tinggi yakni sebesar 47,44 persen pada tahun 2012,
namun daya serap tenaga kerjanya termasuk rendah. Hal itu disebabkan sektor ini
merupakan sektor dengan padat modal serta membutuhkan skill yang cukup tinggi
dari tenaga kerjanya. Skill tenaga kerja yang tinggi merupakan
kebutuhan dasar pembangunan pemerintah Kalimantan Timur dalam meningkatkan
penyerapan tenaga kerja terutama pada sektor pertambangan. Tenaga kerja yang
ahli dan mempunyai skill yang handal dapat dipercaya dalam mengelola SDA dengan
semaksimal mungkin. Jika hal ini direalisasikan maka akan terjadi peningkatan
penyerapan tenaga kerja masyarakat lokal Kalimantan Timur dan peningkatan daya
saing SDM Kalimantan Timur. Salah satu permasalahan pokok di Provinsi
Kalimantan Timur yaitu penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lambat. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan
pengangguran sehingga tingkat kemiskinan daerah mengalami penurunan. Secara
umum, selama periode 2008-2012, persentase penduduk miskin menurun namun jika
dilihat angka absolutnya maka dari 2009 hingga 2012 terjadi kenaikan jumlah
penduduk miskin meski tidak signifikan. Oleh karena itu, tantangan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur saat ini harus dapat menghadapi dan menyiasati
tingginya tingkat kemiskinan terutama di perdesaan. Hal ini dikarenakan meski
terjadi penurunan tingkat kemiskinan namun berjalan relatif lambat. Hal ini
menegaskan adanya stagnasi pertumbuhan sektor pertanian dan kegiatan ekonomi
lainnya di daerah pedalaman.
v Ketimpangan diberbagai bidang: Tingginya kesenjangan pendapatan sangat
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur. Ketimpangan
pendapatan Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan masih di tingkat rendah
yaitu sebesar 0,1622 di tahun 2012. Meskipun begitu, pemerataan pendapatan di
Kaltim dari tahun ke tahun perlu diperhatikan dan diawasi lebih lanjut
mengingat tingginya sektor-sektor padat modal yang berperan dalam PDRB.
Pendidikan :
Angka Melek Huruf, Kalimantan Timur Ukuran yang sangat mendasar dari
tingkat 98,50 98.30 98.22pendidikan adalah angka melek huruf yang
98,00mengindikasikan kemampuan penduduk untuk q 97,50 97,18 397.26dapat membaca
dan menulis. Angka melek hu 97,00 .75ruf bagi penduduk 10 tahun keatas di
Kaliman 96,50 96,00tan Timur pada tahun 2011 turun menjadi 97,26 95,50persen,
sehingga angka buta huruf relatif lebih 95,00tinggi yaitu 2,74 persen.
Kesehatan :
Bidang Kesehatan dan Gizi pada tahun
2012 dapat diketahui dari angka harapan hidup rata-rata penduduk Kalimantan
Timur yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 sepanjang 70,80 tahun
menjadi 71,61 di tahun 2012.
Balita yang berstatus gizi buruk relatif rendah yaitu sebesar 0,3% serta persentase balita yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis sebesar 79%. Hal ini menempatkan Provinsi Kalimantan Timur pada peringkat ke-5 provinsi dengan peringkat indeks tingkat hidup antar provinsi se-Indonesia.
Balita yang berstatus gizi buruk relatif rendah yaitu sebesar 0,3% serta persentase balita yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis sebesar 79%. Hal ini menempatkan Provinsi Kalimantan Timur pada peringkat ke-5 provinsi dengan peringkat indeks tingkat hidup antar provinsi se-Indonesia.
Bali
v
Tingkat
kemiskinan: Dari data di
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pada 2 Januari 2013, jumlah angka
kemiskinan masyarakat Bali hingga September 2012 adalah 160.950 orang. Jumlah
ini tentu sangat besar dibandingkan jumlah penduduk Bali secara keseluruhan
yang mencapai lebih dari 3,6 juta orang. Jumlah ini tentu sangat besar
dibandingkan jumlah penduduk Bali secara keseluruhan yang mencapai lebih dari
3,6 juta orang.
Berikut ini grafik perkembangan penduduk yang berada digaris
kemiskinan di Bali:
Jumlah dan Persentase
Penduduk Miskin di Provinsi Bali Menurut Klasifikasi Daerah Tahun 2003 – 2013
Tahun
|
Jumlah Penduduk Miskin (000 jiwa)
|
Persentase Penduduk Miskin
|
||||
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
2003
|
99.7
|
146.4
|
246.1
|
6.14
|
8.48
|
7.34
|
2004
|
87.0
|
144.9
|
231.9
|
5.05
|
8.71
|
6.85
|
2005
|
105.9
|
122.5
|
228.4
|
5.40
|
8.51
|
6.72
|
2006
|
127.4
|
116.0
|
243.5
|
6.40
|
8.03
|
7.08
|
2007
|
119.8
|
109.3
|
229.1
|
6.01
|
7.47
|
6.63
|
2008
|
115.1
|
100.6
|
215.7
|
5.70
|
6.81
|
6.17
|
2009
|
92.1
|
89.7
|
181.7
|
4.50
|
5.98
|
5.13
|
2010
|
83.6
|
91.3
|
174.9
|
4.04
|
6.02
|
4.88
|
2011
|
92.9
|
73.3
|
166.2
|
3.91
|
4.65
|
4.20
|
2012
|
91.4
|
77.4
|
168.8
|
3.77
|
4.79
|
4.18
|
2013
|
96.4
|
66.2
|
162.5
|
3.90
|
4.04
|
3.95
|
|
||||||
Sumber : Bali Dalam Angka 2013 (berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional - Maret)
|
v
Tingkat
pengangguran: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil-hasil pembangunan
daerahBali dalam 4 tahun terakhir, telah menunjukkan kemajuan, dengan
indikator-indikatorutama antara lain: Angka
Pengangguran dari 3,31%tahun 2008, menurun menjadi 2,04% tahun 2012
(terbaik nasional).
Berikut ini tabel yang mengambarkan jumlah ketenagakerjaan di
Bali tahun 2013 :
Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Bali Tahun 2013
U r a i a n
|
P r i a
|
W a n i t a
|
J u m l a h
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
|
1.
|
Penduduk Usia Kerja (orang)
|
1 534 962
|
1 538 057
|
3 073 019
|
|
|
|
||
2.
|
Angkatan Kerja (orang)
|
1 287 471
|
1 027 908
|
2 315 379
|
|
|
|
||
3.
|
Bekerja (orang)
|
1 259 845
|
1 014 052
|
2 273 897
|
|
|
|
||
4.
|
Pengangguran Terbuka (orang)
|
27 626
|
13 856
|
41 482
|
|
|
|
||
5.
|
Bukan Angkatan Kerja (orang)
|
247 491
|
510 149
|
757 640
|
|
|
|
|
|
6.
|
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
|
83.88
|
66.83
|
75.35
|
|
|
|
||
7.
|
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
|
2.15
|
1.35
|
1.79
|
Sumber: Bali Dalam Angka 2014
|
v
Ketimpangan
diberbagai bidang: ketimpangan di Bali, tidak jauh berbeda dengan ketimpangan
di provinsi lain. Baik dibidang pendidikan, kesehatan dan lain-lain masih banyak
penduduk bali yang belum mendapatkan keadilan untuk mendapatkan pendidikan, dan
kesehatan.
Sulawesi barat
v Tingkat kemiskian: Jumlah penduduk miskin di Provinsi
Sulawesi Barat pada September 2012 sebanyak 160,6 ribu orang yang bertambah
sekitar 100 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang
berjumlah 160,5 ribu. Persentase
penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,23 persen yaitu dari 13,24 persen
pada Bulan Maret 2012 menjadi 13,01 persen pada Bulan September 2012. Selama
periode Maret - September 2012, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan
dan perdesaan masing-masing turun 0,09 persen dan 0,25 persen. Namun, secara
absolut penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 900 orang,
sedangkan daerah perdesaan berkurang sekitar 800 orang.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2012, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 80,90 persen, tidak jauh berbeda dengan Maret 2012 yang sebesar 80,91 persen.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2012, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 80,90 persen, tidak jauh berbeda dengan Maret 2012 yang sebesar 80,91 persen.
v Tingkat pengangguran:
Kabupaten
|
Angkatan
Kerja
|
TPT
|
Bukan
Angkatan Kerja
|
Jumlah Total
|
Angkatan
Kerja Terhadap Penduduk Usia Kerja
|
||||||
Bekerja
|
Mencari
Pekerjaan
|
Jumlah
|
Sekolah
|
Mengurus
Rumah Tangga
|
Lainnya
|
Jumlah
|
|||||
[1]
|
[2]
|
[3]
|
[4]
|
[5]
|
[6]
|
[7]
|
[8]
|
[9]
|
[10]
|
[11]
|
|
Majene
|
69 051
|
2 243
|
71 294
|
3.15
|
1 771
|
19 794
|
6 502
|
28 067
|
99 361
|
71.75
|
|
Polewali
Mandar
|
183 908
|
4 095
|
188 003
|
2.18
|
2 166
|
69 175
|
15 567
|
86 908
|
274 911
|
68.39
|
|
Mamasa
|
67 299
|
2 345
|
69 644
|
3.37
|
9 581
|
10 431
|
3 088
|
23 100
|
92 744
|
75.09
|
|
Mamuju
|
164 288
|
1 686
|
165 974
|
1.02
|
628
|
49 980
|
8 344
|
58 952
|
224 926
|
73.79
|
|
Mamuju
Utara
|
64 237
|
1 610
|
65 847
|
2.45
|
164
|
18 899
|
4 904
|
23 967
|
89 814
|
73.31
|
|
Sulawesi
Barat
|
548 783
|
11 979
|
560 762
|
2.14
|
14 310
|
168 279
|
38 405
|
220 994
|
781 756
|
71.73
|
|
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Sulawesi Barat
|
|||||||||||
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kabupaten, Jenis Kegiatan
Seminggu yang Lalu
di Sulawesi Barat 2012 |
v
Ketimpangan
diberbagai bidang: ketimpangan di provinsi Sulawesi Barat selain dari bidang
pendidikan, kesehatan yang masih harus banyak di perbaiki dan perlu
pemerhatian, dapat juga kita lihat secara keseluruhan dari IPM (indeks
pembagunan manusia). Berikut dibawah ini tabel yang berisis rincian IPM Suawesi
Barat Tahun 2012:
Kabupaten
|
Komponen
|
Indeks
Pembangunan Manusia
(IPM) |
||||
Angka Harapan
Hidup
|
Rata-rata
Lama Sekolah
|
Angka Melek
Huruf
|
Pengeluaran
Per Kapita Rill yang Disesuaikan
(Ribu Rupiah) |
|||
[1]
|
[2]
|
[3]
|
[4]
|
[5]
|
[6]
|
|
Majene
|
66.02
|
8.50
|
94.77
|
649.06
|
72.41
|
|
Polewali
Mandar
|
65.53
|
7.07
|
86.00
|
640.07
|
68.44
|
|
Mamasa
|
71.44
|
7.19
|
88.07
|
637.46
|
72.07
|
|
Mamuju
|
69.02
|
7.47
|
89.97
|
629.76
|
70.76
|
|
Mamuju Utara
|
67.62
|
7.26
|
95.60
|
625.91
|
70.79
|
|
Sulawesi
Barat
|
68.27
|
7.32
|
88.79
|
639.56
|
70.73
|
|
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Sulawesi Barat
|
||||||
Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Kabupaten di Sulawesi
Barat 2012
|
Solusi bagi ketimpangan diberbagai bidang yang dialami
oleh provinsi-provinsi baik itu di pulau jawa ataupun di luar jawa. Terutama
bagi daerah yang masih sangat tinggi ketimpangannya di berbagai bidang.
Menurut saya, solusi untuk permasalahan ketimpangan
diberbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, IPM, dan lain-lain yang
terjadi di provinsi baik pulau jawa ataupun provinsi diluar jawa. Bukan hanya
tanggung jawab dari pemerintah dimasing-masing provinsi saja, tetapi tanggung
jawab kita juga sebagai masyarakat. Jadi bukan hanya infrastruktur pemereintah
daerah yang lebih memperhatikan lagi masalah ketimpangan tersebut masyarakat
pun harus menyadari, meningkatkan kesadaran mengenai masalah ketimpangan
diberbagai bidang yang ada, karena jika pemerintah sudah bekerja keras untuk
memperbaiki dan memperhatikan ketimpangan diberbagai bidang, tetapi masyarakat
yang menjalankan tidak ada perkembangan atau tidak ada perubahan maka sama saja
ketimpanagan pasti masih terjadi.
Jika diperhatikan ketimpangan diberbagai bidang yang
terjadi semuanya baik itu sosial, pendidikan, kesehatan, pengangguran(ketenagakerjaan),
dan lain-lain. Hal itu bermuara pada satu titik yaitu Kemiskinan(Masalah
ekonomi). Karena jika kemiskian suatu masyarakat disuatu daerah tingkat
kemiskianannya tinggi otomatis akan mempengaruhi tingkat ksehatan masyarakatnya
akan rendah, tingkat pendidikan akan rendah, dan tingkat pengangguran, tingkat
kejahatan akan tinggi. Maka menurut saya intinya pemerintah daerah harus
memperbaiki terlebih dahulu perekonomiaan daerahnya seperti meningkatkan hasil
pangan, memberkan pinjaman usaha kecil agar masyarakat dapat mandiri membangun
perekonomiaannya, jika sudah begitu masyarakat harus meningkatkan kesadarannya
untuk lebih mandiri lagi dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Maka
kemeiskianan akan berkurang, otomatis akan mengurangi ketimpangan diberbagai
bidang yang terjadi.
Sumber: